Apa Saja yang Menjadi Larangan dalam Berkurban?

Apa Saja yang Menjadi Larangan dalam Berkurban?

Ibadah kurban merupakan ibadah yang sangat dianjurkan bagi setiap umat Muslim yang telah mampu. Dalam melaksanakan qurban sendiri terdapat beberapa hal yang harus dihindari dalam melaksanakan Qurban agar Qurban yang dilaksanakan Sah secara agama. Lantas apa saja itu.? Simak terus artikel ini hingga selesai.

 

Apa Saja yang Menjadi Larangan Dalam Berkurban

Salah  satu hal yang dapat membuat qurban menjadi makruh atau tidak sah adalah dengan melanggar beberapa pantangan yang dilarang bagi setiap orang yang akan melaksanakan Qurban itu sendiri. agar anda tidak salah dalam melakukan suatu hal yang dapat membuat qurban menjadi sah simak beberapa larangan berikut.

 

1. Menjual Daging Hewan Kurban

Allah Ta’ala berfirman,

“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (QS. Al Hajj: 28)

 

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa menjual kulit hasil sembelihan qurban, maka tidak ada qurban baginya.” (HR. Al Hakim)

Melihat kedua hadis tersebut, terbaca jelas bahwa kita tidak boleh sehelai rambut dijual sebagai penghasilan kita sendiri. Dikutip dari rumaysho.com larangan menjual hasil sembelihan qurban adalah pendapat para Imam Asy Syafi’i dan Imam Ahmad.

 

Imam Asy Syafi’i mengatakan,

“Binatang qurban termasuk nusuk (hewan yang disembelih untuk mendekatkan diri pada Allah).”

 

2. Mengupah Penyembelih Hewan dengan Bagian Tubuh Hewan Kurban

Dalil dari hal ini adalah riwayat yang disebutkan oleh ‘Ali bin Abi Tholib,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta qurban beliau. Aku menyedekahkan daging, kulit, dan jilalnya (kulit yang ditaruh pada punggung unta untuk melindungi dari dingin). Aku tidak memberi sesuatu pun dari hasil sembelihan qurban kepada tukang jagal. Beliau bersabda, “Kami akan memberi upah kepada tukang jagal dari uang kami sendiri.”

 

3. Larangan Memotong Kuku dan Mencukur Rambut untuk Orang yang Hendak Berkurban

”Barangsiapa yang telah memiliki hewan yang hendak diqurbankan, apabila telah masuk tanggal 1 Dzulhijjah, maka janganlah dia memotong sedikitpun bagian dari rambut dan kukunya hingga dia selesai menyembelih.” (HR. Muslim 5236, Abu Daud 2793, dan yang lainnya).

Dalam hadis tersebut, dijelaskan bahwa rambut dan kuku yang dilarang untuk dipotong dalam hadis di atas adalah rambut dan kuku shohibul kurban, bukan rambut dan kuku hewan kurban.

 

4. Menggagalkan Hewan Kurban yang telah Ditentukan

Apabila anda telah membeli hewan ternak untuk dikurbankan maka ada baiknya jika anda tetap konsisten dengan niat tersebut. apalagi jika anda menggagalkan niat qurban dan berniat untuk menjualnya kembali. Perlu diingat, bahwa kita melakukan qurban semata untuk Allah SWT. Namun jika anda memiliki niat menukarkan hewan dengan yang lebih baik seperti misalnya menukar kambing dengan sapi maka itu adalah hal yang lebih baik dibandingkan dengan menggagalkan atau menjual hewan yang hendak akan dikurbankan.

Bolehkah Qurban Atas Nama Istri?

Bolehkah Qurban Atas Nama Istri?

Quban meruakan ibadah sunnah yang dianjurkan. Dalam Islam, Qurban menjadi sebuah ibadah yang ditujuan kepada umat Muslim yang telah mampu secara finansial yang artinya apabila tidak mampu untuk melaksanakannya maka boleh tidak, namun mereka yang tidak mampu berhak mendapatkan bagian dari daging Qurban seperti misalnya fakir miskin.

Lantas bagaimana jika berkurban mengatasnamakan Istri.? Apakah dalam Islam hal tersebut diperbolehkan.? Bagaimana hukumnya.?

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah pernah ditanya, “Apakah kurban itu untuk satu keluarga atau ditujukan perintahnya untuk setiap individu dalam rumah yang telah baligh? Jawaban dari Syaikh Ibnu Baz, “Hukum kurban adalah sunnah muakkad. kurban disyariatkan pada laki-laki dan perempuan. Boleh seorang pria meniatkan qurban untuk keluarganya. Boleh juga perempuan atau istri meniatkan untuk keluarganya. Karena setiap tahunnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan dua kibas yang gemuk dan bertanduk, salah satunya beliau niatkan untuk dirinya dan anggota keluarganya. Sedangkan qurban yang satunya lagi, beliau niatkan untuk umatnya.

Dalam kitab Al Muhalla, Ibnu Hazm menegaskan bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan terkait anjuran berkurban, baik sudah menikah atau belum. Hal ini karena yang menjadi ukuran kesunahan berkurban adalah mampu melakukannya, bukan menikah atau belum. Berkurban boleh dilakukan oleh musafir, sebagaimana boleh dilakukan bagi orang yang mukim, dan tidak ada bedanya. Demikian pula perempuan atau seorang istri.

Prof Abd al Karim Zaidan di dalam bukunya “Al-Mufashal fi Ahkam al-Mar’ati” menjelaskan, ibadah inti tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Siapa pun di antara keduanya, bila dinyatakan mampu berkurban maka hendaknya melaksanakannya. Seorang istri yang berkemampuan secara finansial untuk berkurban, maka ia boleh berkurban. Bila suami tidak mampu maka istri berhak menunaikannya.

 

Syarat orang berkurban

Dalam melaksanakan Qurban, setiap orang  yang akan menunaikan ibadah Qurban harus memenuhi syarat berikut

 

1. Muslim

Orang yang berkurban haruslah beragama Islam. Niat kurban juga harus karena Allah SWT.

 

2. Mampu

Seseorang yang mampu yakni memiliki harta yang cukup maka ia dapat berkurban.

 

3. Baligh

Ibadah kurban ditunjukkan bagi orang yang sudah baligh. Sedangkan yang belum baligh tidak dibebankan kurban.

 

Syarat Hewan Kurban

Selain memenuhi syarat orang yang akan berkurban, juga wajib untuk memenuhi syarat hewan yang akan dikurbankan. Hewan yang bisa dikurbankan yaitu unta, sapi, kambing. Satu kambing hanya boleh atas satu nama pribadi atau keluarga. Jika sapi, maksimal tujuh nama pribadi atau keluarga.

Hewan yang akan dikurbankan juga harus sudah cukup umur. Untuk kambing usia idealnya 1 tahun atau lebih. Sapi minimal berusia 2 tahun dan unta minimal berusia 5-6 tahun.

Kondisi fisik hewan juga perlu diperhatikan dan wajib dalam keadaan sehat, tidak cacat fisik atau memiliki penyakit.

Bolehkah Berkurban Untuk Orang yang Masih Hidup?

Bolehkah Berkurban Untuk Orang yang Masih Hidup?

Qurban merupakan ibadah sunnah muakkad atau sunnah yang diutamakan. Bagi seorang Muslim yang sudah masuk dalam kategori mampu, maka dianjurkan baginya untuk melaksanakan Qurban sebagaimana telah disampaikan dalam hadisnya yang berbunyi

“Dari Abu Hurairah, “Rasulullah SAW telah bersabda, barangsiapa yang mempunyai kemampuan, tetapi ia tidak berkurban maka janganlah ia mendekati (menghampiri) tempat shalat kami,” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Dalam hadis tersebut seakan Qurban menjadi suatu hal yang wajib untuk dilaksanakan bagi setiap umat Muslim yang telah mampu. Namun berbeda dengan Qurban nazar yang dimana apabila telah bernazar akan melaksanakan Qurban maka hukumnya menjadi wajib sehingga bagi siapa yang telah bernazar namun tidak melaksanakannya maka akan berdosa.

 

Berkurban Untuk Orang yang Masih Hidup

Beberapa kondisi memang terkadang membuat banyak orang tidak dapat melaksanakan Qurban, sehingga salah satu anggota keluarga atau anak ingin menunaikan ibadah Qurban dengan mengatasnamakan orang lain. Lantas bagaimana dalam Islam terkait hal tersebut.?

Seperti dalam riwayat hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, Rasulullah SAW berkata: 

“Rasulullah berkurban dua ekor domba gemuk yang bertanduk, satu untuk diri beliau dan satunya lagi untuk keluarganya lalu yang lain untuk orang-orang yang tidak berqurban dari umatnya” (HR. Ibnu Majah no.3122)

Berdasarkan hadis di atas menerangkan bahwasanya berkurban atas nama orang tua atau orang lain diperbolehkan. Selain itu, ketentuannya telah mendapat izin dari pihak (orang tua) yang akan diatasnamakan qurban sebagaimana riwayat Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam kitabnya Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu 

“Ulama Syafi’iyah berkata; Larangan boleh berkurban untuk orang lain tanpa seizin dari orang tersebut.”

Berdasarkan kaidah kedua ulama besar tersebut dapat menjadi rujukan bagi shohibul qurban yang ingin berkurban atas nama orang tua, apabila hendak ingin berkurban atas nama orang tua, haruslah menyampaikan niat baiknya. Selain itu berkurban untuk orang tua sebagai wujud bakti dan balas budi. 

 

Qurban Merupakan Ibadah yang Sunnah yang Diutamakan

Meskipun Qurban bukan hukumnya wajib namun bagi yang mampu sangat dianjurkan untuk melaksanakannya sebagaimana telah disampaikan pada beberapa surah berikut

1. Surah Al Kautsar Ayat 2

Artinya: “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berqurbanlah.”

 

2. Surah Al Hajj ayat 28

Artinya: “Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang diberikan Dia kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.”

 

3. Surah Al Hajj ayat 34-35

Artinya: ” Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak. Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan sampaikanlah (Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah), (yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah hati mereka bergetar, orang yang sabar atas apa yang menimpa mereka, dan orang yang melaksanakan shalat dan orang yang menginfakkan sebagian rezeki yang Kami karuniakan kepada mereka.”

 

4. Surah As Saffat ayat 102

Artinya: “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”

 

Dalam sebuah hadist Ibnu Majah menyebutkan:

Artinya: “Dari Abu Hurairah, “Rasulullah SAW telah bersabda, barangsiapa yang mempunyai kemampuan, tetapi ia tidak berkurban maka janganlah ia mendekati (menghampiri) tempat shalat kami,” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Kurban atau Qurban, Apa itu qurban menurut Islam?

Kurban atau Qurban, Apa itu qurban menurut Islam?

Kurban atau Qurban.? mungkin bagi sejumlah orang dua kata ini memiliki makna yang berbeda, padahal hal tersebut tidaklah demikian. Kurban merupakan sebuah kata atau ejaan yang berdasarkan dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Sedangkan Qurban merupakan suku kata yang diambil dari bahasa arab yang secara harfiah memiliki arti hewan sembelihan. Ibadah qurban (kurban) adalah ibadah menyembelih hewan ternak yang merupakan salah satu bagian dari syiar Islam yang disyariatkan dalam Al Quran.

Makna dari Kurban sendiri tidak hanya mengenai sebuah tradisi menyembelih hewan saja, namun juga makna makna lain yaitu nilai dan moral, seperti mengajak umat Muslim lainnya untuk secara perlahan menabung dan ikut dalam melaksanakan penyembelihan hewan ternak. Daging dari hewan ternak atau Qurban ini nantinya akan dibagikan secara gratis yang akan mengajarkan bagi orang yang melakukan nya untuk saling peduli antar sesama.

 

Selain ibadah sunnah, kurban menjadi waktu untuk berbagi harta berupa daging kepada orang yang membutuhkan dan tepat. Maka dari itu, perayaan ini memiliki tata cara agar pelaksanaan hingga penyerahan daging kurban sesuai anjuran Al Quran dan hadis. Bagi yang saat ini berencana untuk melakukan ibadah Kurban di Hari Idul Adha. Ada beberapa persyaratan dan tata cara Kurban yang perlu diketahui dan harus dicermati baik-baik:

 

Cara Qurban yang  Perlu Diketahui

Qurban merupakan salah satu ibadah yang dianjurkan untuk Umat Muslim. Adapun tata cara melaksanakan Qurban yang telah diatur dalam Islam antara lain yaitu

 

Waktu pelaksanaan qurban

Setiap tahunnya, hari raya Idul Adha dirayakan pada 10 hingga 13 Zulhijjah. Waktu pelaksanaannya dapat dilakukan pada saat setelah selesai Shalat Idul Adha hingga matahari terbenam.

 

Syarat orang yang berkurban

Orang yang hendak melaksanakan Qurban juga wajib memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam Islam yaitu Dewasa (baligh), berakal, mampu, dan tentunya tidak terpaksa yang hanya ingin terlihat mampu berkurban.

 

Proses penyembelihan hewan kurban

Memotong atau menyembelih hewan ternak harus di tempat yang bersih, tidak memperlakukan hewan secara kasar, menghadapkan hewan yang hendak disembelih ke arah kiblat dan membaca doa sembelih hewan ternak sebagaimana telah diatur dalam Islam

 

Memilih jenis hewan kurban

Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan dari al-Barra bin Azib radliyallâhu ‘anh bersabda:

“Ada empat macam hewan yang tidak sah dijadikan hewan kurban, “(1) yang (matanya) jelas-jelas buta (picek), (2) yang (fisiknya) jelas-jelas dalam keadaan sakit, (3) yang (kakinya) jelas-jelas pincang, dan (4) yang (badannya) kurus lagi tak berlemak.” (Hadits Hasan Shahih, riwayat al-Tirmidzi: 1417 dan Abu Dawud: 2420).

Selain menghindari cacat, pemilihan hewan kurban harus tepat agar kondisi daging yang dibagikan segar dan layak makan. Maka dari itu, pekurban lebih baik mengetahui asal hewan kurban dengan bertanya kepada peternak. Berikut syarat-syarat hewan kurban yang harus diperhatikan oleh peternak dan pekurban:

 

Syarat-Syarat Hewan Kurban

Hewan yang hendak dijadikan sebagai hewan Qurban tidak hanya hewan ternak saja melainkan ada beberapa ciri ciri hewan ternak yang boleh dijadikan sebagai hewan Qurban seperti merupakan hewan ternak, memiliki usia yang cukup, hewan dalam kondisi sehat dan tidak cacat dan hewan milik sendiri.

Apa Manfaat Dari Puasa Arafah? Keutamaan Puasa Arafah

Apa Manfaat Dari Puasa Arafah? Keutamaan Puasa Arafah

Puasa merupakan salah satu bentuk ibadah umat Muslim yang bertakwa. Puasa dalam Islam terdapat dalam dua macam yaitu puasa wajib dan puasa sunnah. Puasa wajib merupakan puasa yang diharuskan untuk dilaksanakan misalnya seperti puasa ramadhan, puasa nazar dan lainnya. Sementara puasa sunnah merupakan puasa yang dianjurkan namun tidak diharuskan. Namun meski demikian, puasa sunnah juga memiliki cukup banyak keutamaan, seperti halnya dengan puasa Arafah.

 

Niat Puasa Arafah

Menjalankan puasa Arafah sendiri hampir sama saja dengan puasa pada umumnya yang dimana kita diwajibkan untuk menahan diri dari berbagai hal yang dapat merusak amal ibadah puasa. Namun untuk niat dari puasa ini berbeda. Adapun niat dalam melaksanakan ibadah puasa Arafah yakni.

NAWAITU SHOUMA ARAFATA SUNNATAN LILLAHI TA’ALA

Artinya:

“Saya niat puasa sunah Arafah karena Allah Ta’ala.”

 

Keutamaan Puasa Arafah

Sebagai umat Muslim, bulan Dzulhijjah merupakan salah satu bulan yang istimewa. Ketika memasuki awal bulan ini, banyak keutamaan-keutamaan dan amalan baik yang dianjurkan untuk umat Muslim.

Salah satu amalan yang sangat dianjurkan di awal bulan Dzulhijjah adalah Puasa Arafah. Puasa ini dilaksanakan pada 9 Dzulhijjah dan disunnahkan untuk seorang Muslim yang tidak melaksanakan ibadah haji. Lantas apa yang menjadi keutamaan dari puasa ini.? Simak ulasan berikut.

 

Menghapus Dosa 2 Tahun

Salah satu keutamaan dari puasa Arafahadalah sebagai penghapus dosa selama dua tahun. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadist Rasulullah SAW,

“Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim).

 

Sebagai Ibadah pada 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah

 “Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini, yaitu: Sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Mereka bertanya: Ya Rasulullah, tidak juga jihad fi sabilillah? Beliau menjawab: Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun.” (HR. Imam Bukhori).

 

Dikerjakan pada Hari Arafah

Keutamaan Puasa Arafah yang ketiga, yaitu puasa ini dilaksanakan hanya pada hari Arafah. Pada hari tersebut, Allah SWT banyak membebaskan manusia dari neraka. Sesuai dengan hadist yang berbunyi,

“Tidak ada hari di mana Allah membebaskan hamba dari neraka melebihi hari arafah” (HR. Muslim).

 

Sunnah Rasulullah SAW

Keutamaan Puasa Arafah yang keempat, yaitu bahwa puasa Arafah ini merupakan amalan yang sering dilakukan oleh Rasulullah. Rasulullah disebutkan tidak pernah meninggalkan puasa sunnah ini.

“Ada empat perkara yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah yaitu puasa asyura, puasa hari arafah, puasa tiga hari setiap bulan dan shalat dua rakaat sebelum subuh.” (HR. An Nasa’i dan Ahmad)

Apa Pengertian Qurban Secara Bahasa dan Istilah?

Apa Pengertian Qurban Secara Bahasa dan Istilah?

Setiap tahun, tepatnya pada tanggal 10 Dzulhijjah Seluruh umat muslim akan merayakan hari raya Idul adha yang biasanya akan diikuti dengan perayaan Idul Qurban. Perayaan hewan Qurban sendiri ditandai dengan menyembelih sejumlah hewan ternak seperti sapi, kambing dan lain sebagainya.

Pada hari itu, umat Islam sangat disunnahkan untuk berqurban dimana mereka menyembelih hewan qurban untuk kemudian dibagi-bagikan kepada seluruh umat Islam di suatu daerah. Lalu apakah sebenarnya Qurban itu? 

 

Pengertian Kurban

Qurban berasal dari bahasa Arab, “Qurban” yang berarti dekat (قربان). Kurban dalam Islam juga disebut dengan al-udhhiyyah dan adh-dhahiyyah yang berarti binatang sembelihan, seperti unta, sapi (kerbau), dan kambing yang disembelih pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq sebagai bentuk taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah.

 

Dalil Disyariatkan Kurban

Allah SWT telah mensyariatkan kurban dengan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurban lah. Sesungguhnya orang-orang yang membencimu dialah yang terputus.” (Al-Kautsar: 1 — 3).

“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagai syiar Allah. Kamu banyak memperoleh kebaikan dari padanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya.” (Al-Hajj: 36).

 

Keutamaan Ibadah Kurban

Dari Aisyah ra, Nabi saw bersabda, “Tidak ada suatu amalan pun yang dilakukan oleh manusia pada hari raya Kurban yang lebih dicintai Allah SWT dari menyembelih hewan Kurban. Sesungguhnya hewan Kurban itu kelak pada hari kiamat akan datang beserta tanduk-tanduknya, bulu-bulunya dan kuku-kukunya. Dan sesungguhnya sebelum darah Qurban itu menyentuh tanah, ia (pahalanya) telah diterima di sisi Allah, maka beruntunglah kalian semua dengan (pahala) Kurban itu.” (HR Tirmidzi).

 

Hukum Berkurban

Ibadah qurban hukumnya adalah sunnah muakkadah atau sunnah yang diutamakan. Bagi orang  yang mampu namun tidak melaksanakannya maka dihukumi makruh. 

 

Dari Ummu Salamah ra, Nabi saw bersabda, “Dan jika kalian telah melihat hilal (tanggal) masuknya bulan Dzul Hijjah, dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia membiarkan rambut dan kukunya.” HR Muslim

Arti sabda Nabi saw, ” ingin berkorban” adalah dalil bahwa ibadah kurban ini sunnah, bukan wajib.

Diriwayatkan dari Abu Bakar dan Umar ra bahwa mereka berdua belum pernah melakukan kurban untuk keluarga mereka berdua, lantaran keduanya takut jika perihal kurban itu dianggap wajib.

 

Hikmah Kurban

Ibadah kurban disyariatkan Allah untuk mengenang Sejarah Idul Adha sendiri yang dialami oleh Nabi Ibrahim as dan sebagai suatu upaya untuk memberikan kemudahan pada hari Id, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw, “Hari-hari itu tidak lain adalah hari-hari untuk makan dan minum serta berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla.”

Apakah Orang yang Mau Berkurban Tidak Boleh Potong Rambut?

Apakah Orang yang Mau Berkurban Tidak Boleh Potong Rambut?

Larangan terkait potong kuku dan rambut memang kerap kali menjadi perdebatan di kalangan orang yang akan melaksanakan qurban. Larangan tersebut  berpegang pada Hadis riwayat Ummu Salamah yang berbunyi

 “Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain)”

 

Apakah Orang yang Mau Berkurban Tidak Boleh Potong Rambut?

Terkait hal ini masih belum ditemukan terkait larangan yang pasti bagi orang yang hendak berkurban tersebut, sebab dari berbagai narasumber kami menemukan bahwa terdapat dua pendapat yang berbeda yang berpegang  teguh pada hadis tersebut. pendapat pertama yaitu larangan berlaku pada orang yang hendak berkurban. Sedangkan pendapat kedua berpendapat bahwa hal tersebut berlaku untuk setiap hewan yang hendak dikurbankan. Lebih jelasnya berikut pendapat tersebut.

 

Larangan bagi Orang yang Berkurban

Larangan memotong kuku dan rambut ini berlaku sejak hari pertama masuknya bulan dzulhijjah dan akan berlaku hingga pelaksanaan qurban dinyatakan berakhir atau selesai.Maka, sejak tanggal 1 hingga 10 Dzulhijjah tidak diperbolehkan untuk melakukan dua perkara tersebut. 

Dituliskan laman Suara Muhammadiyah, banyak keutamaan yang didapatkan dari larangan memotong kuku dan rambut di waktu tersebut. Diantaranya ialah Allah SWT akan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya mulai dari ujung rambut hingga kaki. 

Berdasarkan sejumlah keterangan diatas, maka bagi orang yang akan berkurban sebaiknya mempersiapkan diri dengan tidak memotong rambut dan kuku sejak awal bulan Dzulhijjah hingga pelaksanaan penyembelihan hewan kurban. 

Namun demikian, berbicara mengenai kadar hukum larangan penerapannya, juga terdapat perbedaan pendapat di kalangan sejumlah ulama. Abu Hanifah memperbolehkan untuk memotong rambut dan kuku bagi orang yang akan berkurban serta tidak menghukuminya makruh. 

Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa hukumnya ialah makruh, tepatnya makruh yang paling sederhana. Sedangkan Imam Ahmad menyatakan bahwa hukumnya adalah haram, bersumber pada hadits Ummu Salamah.“Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain)”

 

Larangan Untuk Hewan Kurban

Dalam pendapat kedua, larangan memotong kuku dan rambut bukan untuk orang yang akan berkurban. Melainkan bagi hewan yang akan dijadikan kurban mendatang. Pasalnya, dijelaskan bahwa bulu, kuku, hingga kulit pada hewan tersebut bakal menjadi saksi bagi orang yang berkurban saat di akhirat. Melalui sebuah hadis, terdapat penjelasan jika 

“Bagi orang yang berkurban, setiap helai rambut (bulu hewan kurban) adalah kebaikan,” (HR At-Tirmidzi). 

Riwayat ‘Aisyah menerangkan:”Rasulullah SAW mengatakan, “Tidak ada amalan anak adam yang dicintai Allah pada hari Idul Adha kecuali berkurban. “Karena ia akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya. Saking cepatnya, pahala kurban sudah sampai kepada Allah sebelum darah hewan sembelihan jatuh ke tanah. Maka hiasilah diri kalian dengan berkurban,” (HR Ibnu Majah).

Perlu diketahui, bahwa setiap orang berhak mempertahankan pendapat masing masing, maka dari itu jangan pernah menyalahkan pendapat orang lain. Hargailah perbedaan pendapat, selama hal tersebut tidak merugikan orang lain.

Apa Hukum memotong rambut sebelum qurban?

Apa Hukum memotong rambut sebelum qurban?

Ulama menjelaskan bahwasannya hukum memotong rambut dan kuku bagi shohibul qurban jika telah memasuki sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah adalah makruh. Kemakruhan tersebut terus bertahan hingga menyembelih hewan yang dikurbankan. Hal ini berasal dari hadis Syh. Ummu Salamah,

Artinya: ”Apabila telah masuk hari kesepuluh (bulan Dzulhijjah), dan salah seorang darimu ingin berkurban, maka ia tidak memotong rambut dan kukunya” (HR Muslim)

Adapun larangan pada hadis Ummu Salamah ra. diatas bukan bermaksud haram akan tetapi makruh. Karena hadis riwayat Syh. Aisyah ra,

Artinya: “Aku memintal kalung hadyu (sembelihan haji) Rasulullah SAW kemudian beliau mengalungkannya lalu mengutusnya dengan kalung itu, dan tidak mengharamkan suatu apapun yang telah dihalalkan oleh Allah SWT sampai menyembelihnya.” (HR. Bukhari-Muslim)

 

Larangan Bagi Orang yang Melaksanakan Qurban

Selain dilarang untuk memotong kuku dan rambut, adapun hal hal lain yang dilarang untuk dilakukan bagi setiap orang yang hendak melaksanakan Qurban. Berikut beberapa larangan tersebut.

 

Larangan Menjual Daging, Kulit atau apapun dari Hewan Kurban

Allah Ta’ala berfirman,

Artinya: “Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (Qs. Al hajj: 28)

 

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Artinya: “Barangsiapa menjual kulit hasil sembelihan kurban, maka tidak ada qurban baginya.” (hr. Al hakim)

Dari kedua hadis tersebut, sudah jelas bagi setiap orang yang berkurban dilarang untuk menjual setiap bagian dari hewan qurban melainkan untuk dibagikan secara gratis.

Pendapat para Imam Asy Syafi’i dan Imam Ahmad. Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Binatang qurban termasuk nusuk (hewan yang disembelih untuk mendekatkan diri pada Allah)”.

Bagaimana kalau yang menjual ada si penerima ( orang yang tidak kurban)? Dalam hal ini tidak dilarang. Dibolehkan. Karena haknya sudah berpindah ke orang lain.

 

Dilarang Memberi Upah Penyembelih Hewan dengan Bagian Tubuh Hewan Kurban

Dalil dari hal ini adalah riwayat yang disebutkan oleh ‘Ali bin Abi Tholib,

Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta kurban beliau. Aku menyedekahkan daging, kulit, dan jilalnya (kulit yang ditaruh pada punggung unta untuk melindungi dari dingin). Aku tidak memberi sesuatu pun dari hasil sembelihan qurban kepada tukang jagal. Beliau bersabda, “Kami akan memberi upah kepada tukang jagal dari uang kami sendiri”.

Jika sohibul kurban ingin memberi daging atau bagian dari hewan kurban kepada si penyembelih maka itu adalah hadiah atau shodaqoh. Bukan sebagai upah.

Kapan kita bisa potong kuku setelah Idul Adha?

Kapan kita bisa potong kuku setelah Idul Adha?

Idul adha merupakan hari besar umat Muslim setelah Idul Fitri. Saat merayakan Idul Adha, umat Muslim dilarang untuk berpuasa, sebab pada hari ini merupakan hari yang  dianjurkan untuk menyantap daging hewan Qurban.

Seperti yang kita ketahui, perayaan Idul Adha kerap kali disertai dengan perayaan hewan Qurban atau menyembelih hewan ternak. Daging dari hewan ternak tersebut nantinya akan dibagikan secara gratis kepada umat Muslim lain yang membutuhkannya. Maka dari itulah saat perayaan Idul Adha atau Idul Qurban kita tidak diperbolehkan berpuasa dan bahkan puasa di hari ini hukumnya haram.

Selain dilarang untuk berpuasa, ada pula larangan lainnya yang harus dihindari ketika hendak melaksanakan ibadah Qurban. Salah satunya adalah memotong kuku dan rambut. Perintah ini tercantum pada Hadis riwayat Ummu Salamah yang berbunyi

 “Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain)”

 

Kapan kita bisa potong kuku setelah Idul Adha?

Dari riwayat hadis di atas sudah cukup jelas bahwa kita akan diperbolehkan untuk memotong kuku dan rambut yaitu ketika pelaksanaan Qurban dinyatakan selesai. Namun terkait dengan larangan memotong kuku dan rambut terdapat dua pendapat yang berbeda. Dimana dalam  Hadis riwayat Ummu Salamah di atas memang menyebutkan bahwa adanya larangan memotong kuku dan rambut, namun ada yang berpendapat bahwa hal tersebut ditujukan kepada hewan yang akan di qurbankan, namun ada pula yang berpendapat bahwa hal tersebut diperuntukkan bagi orang yang akan berkurban. Berikut beberapa terkait pendapat berbeda tersebut.

 

Larangan Memotong Kuku dan Rambut bagi Orang yang Berkurban

Mengenai pendapat pertama, larangan untuk memotong kuku dan rambut bagi orang yang berkurban diterapkan selama 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah. Maka, sejak tanggal 1 hingga 10 Dzulhijjah tidak diperbolehkan untuk melakukan dua perkara tersebut. 

Dituliskan laman Suara Muhammadiyah, banyak keutamaan yang didapatkan dari larangan memotong kuku dan rambut di waktu tersebut. Diantaranya ialah Allah SWT akan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya mulai dari ujung rambut hingga kaki. 

Berdasarkan sejumlah keterangan diatas, maka bagi orang yang akan berkurban sebaiknya mempersiapkan diri dengan tidak memotong rambut dan kuku sejak awal bulan Dzulhijjah hingga pelaksanaan penyembelihan hewan kurban. 

Namun demikian, berbicara mengenai kadar hukum larangan penerapannya, juga terdapat perbedaan pendapat di kalangan sejumlah ulama. Abu Hanifah memperbolehkan untuk memotong rambut dan kuku bagi orang yang akan berkurban serta tidak menghukuminya makruh. 

Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa hukumnya ialah makruh, tepatnya makruh yang paling sederhana. Sedangkan Imam Ahmad menyatakan bahwa hukumnya adalah haram, bersumber pada hadits Ummu Salamah.“Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain)”

 

Larangan Memotong Kuku dan Rambut Untuk Hewan Kurban

Dalam pendapat kedua, larangan memotong kuku dan rambut bukan untuk orang yang akan berkurban. Melainkan bagi hewan yang akan dijadikan kurban mendatang. Pasalnya, dijelaskan bahwa bulu, kuku, hingga kulit pada hewan tersebut bakal menjadi saksi bagi orang yang berkurban saat di akhirat. Melalui sebuah hadis, terdapat penjelasan jika 

“Bagi orang yang berkurban, setiap helai rambut (bulu hewan kurban) adalah kebaikan,” (HR At-Tirmidzi). 

Riwayat ‘Aisyah menerangkan:”Rasulullah SAW mengatakan, “Tidak ada amalan anak adam yang dicintai Allah pada hari Idul Adha kecuali berkurban. “Karena ia akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya. Saking cepatnya, pahala kurban sudah sampai kepada Allah sebelum darah hewan sembelihan jatuh ke tanah. Maka hiasilah diri kalian dengan berkurban,” (HR Ibnu Majah).

Perlu diketahui, bahwa setiap orang berhak mempertahankan pendapat masing masing, maka dari itu jangan pernah menyalahkan pendapat orang lain. Hargailah perbedaan pendapat, selama hal tersebut tidak merugikan orang lain.

Kapan Tidak Boleh Memotong Kuku saat Qurban?

Kapan Tidak Boleh Memotong Kuku saat Qurban?

Larangan terkait tidak boleh memotong kuku saat qurban memang kerap kali menjadi perbincangan bagi sebagian kalangan masyarakat yang hendak berqurban. Larangan terkait memotong kuku dan rambut tersebut berpegang teguh pada Hadis riwayat Ummu Salamah yang berbunyi

 “Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain)”

 

Kapan Tidak Boleh Memotong Kuku saat Qurban

Berdasarkan Hadis riwayat Ummu Salamah tersebut cukup jelas bahwa larangan memotong kuku dan rambut dimulai sejak hari pertama masuknya bulan Dzulhijjah dan barulah kemudian diperbolehkan untuk memotong kuku atau rambut ketika ibadah qurban dinyatakan selesai. Namun, hal tersebut mendapatkan dua pendapat yang berbeda, yang dimana pendapat pertama bahwa larangan tersebut berlaku pada orang yang hendak akan berkurban dan larangan kedua dituju untuk hewan yang akan dikurbankan. Adapun penjelasan terkait keuda pendapat tersebut sebagai berikut.

 

Pendapat bagi Orang yang Akan Berkurban

Mengenai pendapat pertama, larangan untuk memotong kuku dan rambut bagi orang yang berkurban diterapkan selama 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah. Maka, sejak tanggal 1 hingga 10 Dzulhijjah tidak diperbolehkan untuk melakukan dua perkara tersebut. 

Dituliskan laman Suara Muhammadiyah, banyak keutamaan yang didapatkan dari larangan memotong kuku dan rambut di waktu tersebut. Diantaranya ialah Allah SWT akan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya mulai dari ujung rambut hingga kaki. 

Berdasarkan sejumlah keterangan diatas, maka bagi orang yang akan berkurban sebaiknya mempersiapkan diri dengan tidak memotong rambut dan kuku sejak awal bulan Dzulhijjah hingga pelaksanaan penyembelihan hewan kurban. 

Namun demikian, berbicara mengenai kadar hukum larangan penerapannya, juga terdapat perbedaan pendapat di kalangan sejumlah ulama. Abu Hanifah memperbolehkan untuk memotong rambut dan kuku bagi orang yang akan berkurban serta tidak menghukuminya makruh. 

Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa hukumnya ialah makruh, tepatnya makruh yang paling sederhana. Sedangkan Imam Ahmad menyatakan bahwa hukumnya adalah haram, bersumber pada hadits Ummu Salamah.“Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain)”

 

Pendapat Bagi Hewan yang Akan Dikurban

Dalam pendapat kedua, larangan memotong kuku dan rambut bukan untuk orang yang akan berkurban. Melainkan bagi hewan yang akan dijadikan kurban mendatang. Pasalnya, dijelaskan bahwa bulu, kuku, hingga kulit pada hewan tersebut bakal menjadi saksi bagi orang yang berkurban saat di akhirat. Melalui sebuah hadis, terdapat penjelasan jika 

“Bagi orang yang berkurban, setiap helai rambut (bulu hewan kurban) adalah kebaikan,” (HR At-Tirmidzi). 

Riwayat ‘Aisyah menerangkan:”Rasulullah SAW mengatakan, “Tidak ada amalan anak adam yang dicintai Allah pada hari Idul Adha kecuali berkurban. “Karena ia akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya. Saking cepatnya, pahala kurban sudah sampai kepada Allah sebelum darah hewan sembelihan jatuh ke tanah. Maka hiasilah diri kalian dengan berkurban,” (HR Ibnu Majah).

Perlu diketahui, bahwa setiap orang berhak mempertahankan pendapat masing masing, maka dari itu jangan pernah menyalahkan pendapat orang lain. Hargailah perbedaan pendapat, selama hal tersebut tidak merugikan orang lain.