Apa yang Dimaksud Dengan Hari Tasyrik Kaitanya dengan Penyembelihan Hewan Kurban?

Apa yang Dimaksud Dengan Hari Tasyrik Kaitanya dengan Penyembelihan Hewan Kurban?

Hari Tasyrik adalah hari yang jatuh pada tanggal 11,12 dan 13 di bulan dzulhijjah. Pada hari ini, umat Muslim diperbolehkan untuk melaksanakan qurban sehingga bagi siapa yang tidak sempat melaksanakan qurban pada 10 Dzulhijjah yang bertepatan dengan perayaan Idul Adha, maka diperbolehkan untuk melaksanakannya pada hari Hari Tasyrik.

Di dalam buku bertajuk Dahsyatnya Puasa Wajib dan sunnah Rekomendasi Rasulullah karya Amirulloh Syarbini dan Sumantri Jamhari, hari tasyrik adalah hari untuk makan, minum, dan mengingat Allah. Hari tasyrik tersebut jatuh setiap tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah atau tepatnya tiga hari setelah Idul Adha. Tidak heran bila hari tasyrik selalu disebut-sebut dalam momen Hari Raya Idul Adha.

Pada hari Tasyrik pada hari Tasyrik juga kerap kali disebut dengan hari makan dan minum sebab di hari tersebut merupakan hari dimana umat Muslim melaksanakan perayaan Qurban. Sehingga bagi siapa saja yang tidak sempat melaksanakan Kurban pada 10 Dzulhijah atau bersamaan dengan hari raya Idul Adha, maka boleh untuk melaksanakannya pada hari Tasyrik atau tiga hari setelah Idul Adha.

Sebagaimana dengan definisi yang sudah disebutkan sebelumnya, Rasulullah Muhammad SAW melarang umatnya untuk berpuasa pada hari-hari tasyrik. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Nabisyah Al Hadzali, Rasulullah bersabda:

“Hari-hari tasyrik adalah hari-hari untuk makan, minum, dan berdzikir kepada Allah,” (HR. Muslim).

Hari tasyrik juga disebut sebagai hari-hari penyempurna yang bersamaan dengan persyariatan takbir setelah sholat dan persyariatan kurban. Hal ini disebutkan dalam buku 5 Amalan Penyuci Hati karya Ali Akbar bin Aqil dan Abdullah.

 

Dalil Hari Tasyrik

Dalil lainnya dari Amr ibn ‘Ash, ia meriwayatkan, “Bahwa hari-hari tasyrik merupakan hari ketika Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk berbuka dan melarang kita untuk puasa,”

Diceritakan pula dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW mengutus Abdullah bin Hudzafah untuk berkeliling Mina dan menyeru:

Artinya: “Janganlah kalian puasa pada hari-hari ini (hari tasyrik) karena hari-hai itu merupakan hari-hari untuk makan, minum, dan dzikir kepada Allah Azza wa Jalla,” (HR. Ahmad)

 

Meskipun terdapat larangan untuk berpuasa, Rasulullah membolehkan untuk melakukan penyembelihan hewan kurban pada hari tasyrik. Hal ini sesuai dengan hadits dari Jubair bin Muth’im RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Di setiap hari tasyrik adalah penyembelihan,” (HR. Ahmad, dishahihkan al-Albani dalam Shahih al-Jami’).

Artinya, menyembelih hewan kurban pada hari tasyrik dinilai sebagai ibadah kurban (udhiyyah) atau sama seperti menyembeli pada Hari Raya Idul Adha. Sebagian dagingnya boleh dimakan dan disimpan, sebagian lainnya harus dibagikan kepada orang lain.

 

Amalan Hari Tasyrik

Untuk menambah amal shaleh di hari Tasyrik terdapat beberapa amalan ibadah yang dianjurkan salah satunya adalah

1. Berzikir dengan bertakbir setelah sholat wajib

2.. Memperbanyak doa sapu jagat

Bacaan latin: Robbana aatina fid dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar

Artinya: “Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.”

Apa yang Dimaksud dengan Musinnah?

Apa yang Dimaksud dengan Musinnah?

Qurban adalah ibadah yang dilaksanakan dengan cara menyembelih hewan ternak. Dari hasil sembelihan hewan ternak (daging) akan dibagikan secara gratis. Setiap hewan yang akan dijadikan sebagai hewan qurban lebih disukai untuk memilih hewan yang memenuhi persyaratan sebagai hewan qurban salah satunya adalah hewan qurban sudah harus Musinnah.

Apa yang dimaksud dengan Musinnah tersebut.? Musinnah dalam bahasa Arab berasal dari kata sinnun yang artinya gigi.  

Dari Jabir RA, beliau berkata, Rasulullah SAW. berkata: “Janganlah kalian menyembelih hewan qurban, kecuali yang musinnah, kalian akan senangr memperolehnya, maka sembelihlah domba yang jadza’ah.” (HR Muslim).

Maka hewan ternak untuk menjadi hewan qurban apabila ia telah dewasa sempurna dan berganti pasangan minimal gigi serinya. 

“Pergantian sepasang gigi seri (dari gigi seri susu menjadi gigi seri permanen) pada rahang bawah ternak atau domba umumnya terjadi setelah berusia minimal 14-16 bulan, sapi atau kerbau setelah minimal 24 bulan, dan unta setelah minimal 60 bulan,” jelas dia . 

Jika hewan qurban yang musinnah tidak tersedia, maka memang kita berqurban menggunakan hewan qurban yang masih jadza’ah (mendekati dewasa).

Selain hewan ternak telah memasuki usia dewasa, adapula beberapa syarat lain yang harus dipenuhi oleh setiap hewan yang akan dijadikan sebagai hewan ternak. 

 

Syarat Hewan Kurban

Hewan yang bisa dikurbankan, yaitu unta, sapi, dan kambing. Syarat atau Kriteria hewan kurban adalah harus sehat, tidak memiliki cacat atau penyakit, dan sudah mencapai usia dewasa, yaitu 1 tahun atau lebih untuk kambing, minimal 2 tahun untuk sapi, dan 5-6 tahun untuk unta.

Jika berkurban kambing, maka hanya boleh untuk satu nama pribadi atau satu nama keluarga. Jika sapi, maksimalkan untuk tujuh nama pribadi atau keluarga.

 

Syarat Pembagian Daging Kurban

Perlu diingat, pembagian kurban tidak boleh dilakukan setiap kali dan harus sesuai aturan. Syarat pembagian daging kurban dibagikan sesuai golongan penerimanya, yaitu 1/3 bagian diberikan kepada fakir miskin, 1/3 bagian untuk yang menunaikan kurban atau disebut shohibul qurban.

Meski orang yang berkurban berhak menerima daging kurbannya, boleh saja seluruh daging disedekahkan ke orang lain yang membutuhkan. Sebab, tujuan kurban tidak hanya mendekatkan diri kepada Allah, tapi juga bersedekah dan berbagi kepada yang kurang mampu.

Kemudian, orang yang melaksanakan kurban tidak boleh memberi daging kurbannya kepada tetangga dalam bentuk olahan atau sudah dimasak. Pasalnya, daging harus diberikan dalam kondisi mentah. Yang juga perlu diingat adalah seluruh bagian hewan kurban yakni daging, bulu, tulang, kepala, kulit, sampai jeroan haram diperjualbelikan kepada siapa pun.

Sebutkan Beberapa Hal yang Membedakan Qurban dan Aqiqah

Sebutkan Beberapa Hal yang Membedakan Qurban dan Aqiqah

Qurban dan Aqiqah merupakan 2 ibadah sunnah yang dianjurkan. Secara umum, kedua ibadah ini memiliki sedikit kesamaan yaitu sama sama membagikan daging sembelihan secara gratis hanya saja dalam pelaksanaan aqiqah dianjurkan untuk daging diolah terlebih dahulu dan barulah kemudian dibagikan. Sedangkan dalam ibadah qurban dianjurkan daging dibagikan secara mentah agar setiap orang yang menerimanya dapat mengolah dengan cara mereka masing masing.

 

Apa Saja Perbedaan Qurban dan Aqiqah?

Selain dapat dilihat dari cara membagikan daging hewan sembelihan, terdapat beberapa hal yang juga menjadi pembeda antara qurban dan aqiqah. Apa saja itu.? Berikut beberapa diantaranya.

 

1. Arti qurban dan aqiqah

Aqiqah adalah penyembelihan ternak yang dilakukan sebagai pernyataan syukur orang tua atas lahirnya seorang anak. Lazimnya, aqiqah dibarengi dengan pelaksanaan pencukuran rambut sang bayi.

Pelaksanaan aqiqah pada hari ketujuh bagi anak disunnahkan dalam salah satu hadits Dari Samuroh bin Jundub, Rasulullah SAW bersabda:

Artinya: “Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, maka hendaklah disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama.” (HR Ibnu Majah).

Sementara itu, kurban secara istilah diartikan sebagai menyembelih hewan seperti domba, kambing, sapi, atau unta yang dilaksanakan setiap Idul Adha dan hari tasyrik (11,12 dan 13 Zulhijah). Dalil untuk berqurban termaktub dalam surah Al Kautsar ayat 2:

 

Artinya: “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah.”

 

2. Waktu pelaksanaan qurban dan aqiqah

Pelaksanaan qurban dilangsungkan pada waktu-waktu tertentu. Seperti, saat Idul Adha atau pada 10 Dzulhijah dan tiga hari tasyrik yakni, 11, 12, dan 13 Zulhijjah.

Sebaliknya, tidak ada batasan waktu untuk menggelar aqiqah. Namun, waktu terbaik dilakukannya aqiqah sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW yang sudah dijelaskan sebelumnya yakni, pada hari ketujuh kelahiran anak.

 

3. Aturan pembagian daging dalam qurban dan aqiqah

Mengutip Taudhihul Adillah 6 oleh KH. M. Syafi’i Hadzami, hasil dari penyembelihan hewan qurban, sebagian dagingnya wajib dibagikan kepada kaum muslimin yang fakir dan miskin. Namun, ada juga yang berpendapat daging untuk pelaksanaan qurban sunnah dikenakan aturan tertentu.

Seperti 1/3 dagingnya untuk yang berqurban dan keluarganya, 1/3 bagian daging lain untuk fakir miskin, dan sisanya untuk disimpan atau disedekahkan sewaktu-waktu bagi yang membutuhkan.

Sementara itu, tidak ada kewajiban membagikan daging hasil aqiqah. Pembagiannya kepada sesama muslim lainnya hukumnya sunnah.

 

4. Tujuan qurban dan aqiqah

Penyembelihan hewan qurban dilakukan untuk memperingati pengorbanan Nabi Ismail oleh ayahnya, Nabi Ibrahim AS. Sedangkan aqiqah dilakukan untuk menyambut kelahiran anak sebagai tanda syukur kepada Allah.

 

Perbedaan Syarat Kambing Aqiqah dan Qurban

1. Jenis Hewan

Hewan ternak yang bisa digunakan untuk qurban tidak terbatas hanya kambing saja, namun ada banyak lagi seperti sapi, domba, unta, atau kerbau.

Sedangkan hewan untuk aqiqah hanya bisa kambing atau domba. Syarat pemilihan kambing baik untuk aqiqah maupun qurban tidak jauh berbeda, seperti:

Sehat dan tidak memiliki cacat

Berusia minimal 6 bulan untuk domba, dan minimal 1 tahun untuk kambing

Gigi sudah poel

 

2. Jumlah Hewan

Kambing untuk aqiqah tergantung dari jenis kelamin anak yang dilahirkan. Jika anak laki-laki, maka jumlah kambing yang disembelih adalah 2 ekor, sedangkan anak perempuan hanya 1 ekor kambing.

Sedangkan untuk qurban, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Setiap orang diperbolehkan menyembelih berapa ekor sesuai kemampuan.

 

3. Waktu Penyembelihan

Perbedaan syarat kambing aqiqah dan kambing qurban dapat dilihat dari waktu penyembelihannya. Menyembelih hewan qurban hanya bisa dilakukan pada hari raya Idul Adha dan hari tasyrik saja yaitu pada 10, 11, 12 dan 13 dzulhijjah saja.

Sedangkan untuk penyembelihan kambing aqiqah, sesuai sunnah Nabi Muhammad SAW dilaksanakan pada hari ke-7 setelah kelahiran.

 

Apa Saja Hal Hal yang Disunahkan dalam Menyembelih Binatang?

Apa Saja Hal Hal yang Disunahkan dalam Menyembelih Binatang?

Selain melaksanakan shalat Idul Adha secara berjamaah, 10 Dzulhijjah juga identik dengan perayaan menyembelih hewan ternak atau yang biasa disebut dengan ibadah Qurban. Dalam pelaksanaan qurban sendiri terdapat sejumlah sunnah yang dianjurkan untuk dapat menambahkan derajat pahala sang penyembelih dan orang yang berkurban. 

 

Apa Saja Hal Hal yang Disunahkan dalam Menyembelih Hewan Qurban.?

Dengan mengikuti syarat wajib dalam menyembelih hewan qurban akan memberikan kita pahala sebagaimana yang telah menjadi keutamaan dari qurban itu sendiri. namun apabila kita dapat melaksanakan sunnah yang dianjurkan, maka kita akan dapat memperoleh pahala lebih atas sunnah tersebut, berikut beberapa sunnah yang dianjurkan ketika menyembelih hewan qurabn.

 

Membaca basmalah

Dalam mazhab Syafi’iyyah, membaca basmalah adalah sunnah, bukan wajib. Kecuali ada beberapa mazhab yang mewajibkannya. Dengan mengucapkan, bismillâhirrohmânirrahîmt dan dilanjut dengan takbir. Dan ulama mazhab Syafi’iyyah mensunnahkan sang penyembelih untuk membaca shalawat.

 

Menyembelih pada siang hari

Dalam pandangan ulama mazhab Hanafi, menyembelih hewan kurban pada malam hari dihukumi makruh tanzih. Hal tersebut dikhawatirkan akan terjadi kesalahan saat menyembelih.

 

Menghadap kiblat

Bagi penyembelih dan hewan sembelihannya. Kiblat menjadi arah yang paling mulia, sedangkan berkurban juga adalah ibadah. Hal ini juga dilakukan oleh Nabi dan para sahabat saat menyembelih hewan kurban. Jika tidak menghadap kiblat dan menghadapkan hewan kurban ke kiblat karena lupa dan halangan, hal itu tidak berdosa.

 

Membaringkan hewan sembelihan

Cara yang disunnahkan adalah membaringkan hewan dengan posisi tubuh bagian kirinya di bawah. Sehingga yang berhadapan dengan sang penyembelih adalah leher sebelah kanan. Dan makruh hukumnya menyembelih hewan kurban dengan proses yang sulit dan menyiksa.

 

Membedakan penyembelihan unta dan hewan lainnya

Ada perbedaan antara proses penyembelihan unta dengan hewan kurban lainnya. Penyembelihan unta adalah dengan tidak membaringkannya, tapi dengan mendudukkan posisinya dan menekukkan kaki kiri lalu menusuk lehernya dari bawah. Sedangkan untuk sapi dan kambing adalah dengan membaringkan tubuhnya dan posisi perut sebelah kirinya di bawah.

 

Memutus urat nadinya secara keseluruhan dan mempercepat penyembelihan

Hal ini dilakukan agar tidak menyiksa hewan sembelihan. Dan makruh hukumnya memutus urat nadi hanya sebagian.

 

Menajamkan pisau

Sebelum proses penyembelihan pastikan pisau untuk menyembelih dalam kondisi tajam. Tentu pisau yang tumpul akan mempersulit proses penyembelihan dan menyiksa hewan. Berdasarkan hadis Nabi Muhammad:

Artinya: Dari Abu Ya’la, Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam beliau telah bersabda : “ Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku baik pada segala hal, maka jika kamu membunuh hendaklah membunuh dengan cara yang baik dan jika kamu menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik dan hendaklah menajamkan pisau dan menyenangkan hewan yang disembelihnya”. (HR. Muslim)

 

Bersikap lembut dengan hewan

Dilarang untuk memperlakukan hewan dengan kasar karena itu akan menambah rasa sakit hewan saat disembelih. Karena hewan pun adalah makhluk Allah.

Mengapa Kita Harus Menyembelih Hewan Dengan Baik dan Benar?

Mengapa Kita Harus Menyembelih Hewan Dengan Baik dan Benar?

Sebentar lagi kita akan menunaikan hari raya terbesar setelah Idul Fitri yaitu Idul Adha. Perayaan Idul Adha biasanya ditandai dengan shalat ied yang diteruskan dengan pelaksanaan qurban. Dalam melaksanakan qurban sendiri wajib untuk mengikuti aturan dan ketentuan yang diatur dalam Islam dan termasuk juga dengan tata cara menyembelih hewan qurban.

Menyembelih hewan qurban secara asal asalan atau tidak mengikuti tata cara yang telah ditentukan dalam Islam maka dapat membuat Ibadah tersebut menjadi tidak sah, maka dari itulah mengapa setiap orang yang akan melaksanakan Qurban sangat dianjurkan untuk mengetahui secara detail terkait tata cara menyembelih hewan qurban.

 

Tata Cara Menyembelih Hewan Kurban

Sebelum mengetahui bacaan niat dan doanya, ketahui terlebih dahulu tata cara penyembelihan hewan kurban menurut syariat Islam. Berikut adalah tata caranya:

  1. Membaca bismillah.
  2. Membaca selawat nabi.
  3. Menghadap ke arah kiblat.
  4. Membaca takbir tiga kali.
  5. Membaca doa untuk menyembelih hewan kurban.
  6. Tidak memperlihatkan alat potong pada hewan kurban.
  7. Menggunakan pisau yang tajam agar tidak menyakiti hewan kurban.
  8. Tidak boleh mematahkan leher hewan sebelum benar-benar mati.

 

Syarat Penyembelih

1. Berakal dan sudah tamyiz

Seorang penyembelih harus sadar dengan perbuatannya. Karena itu, sembelihan orang gila dan anak kecil tidak dianggap, sampai dia sembuh dan anak kecil mencapai usia tamyiz. Seorang anak dikatakan mencapai usia tamyiz ketika dia bisa membedakan mana yang bahaya dan mana yang bermanfaat bagi manusia. Umumnya anak menginjak fase tamyiz ketika dia sudah berusia 7 tahun.

 

2. Penganut agama samawi

Yang dimaksud penganut agama samawi adalah kaum muslim dan ahli kitab (yahudi atau nasrani). Sembelihan orang musyrik, seperti orang hindu atau orang yang murtad, seperti orang yang tidak pernah salat, hukumnya haram dimakan. Karena orang murtad, telah keluar dari Islam.

 

3. Tidak sedang ihram

Orang yang sedang ihram, dilarang untuk menyembelih.

 

4. Adanya niat untuk dimakan dan membaca basmalah dengan lisan

Orang yang menyembelih tapi untuk main-main atau untuk penelitian, tidak boleh dimakan dagingnya. Demikian pula menyembelih tanpa menyebut nama Allah, hukumnya haram.

Allah berfirman

 “janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (QS. Al An’am: 121)

Bacaan bismillah hukumnya wajib menurut Imam Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad, sedangkan menurut Imam Syafi’i hukumnya sunnah.

 

Hukum Makruh Menyembelih Hewan Kurban

Dalam penyembelihan hewan secara umum, ada tiga perkara yang sebaiknya dihindari dalam pelaksanaannya. 

Menyembelih hewan sampai putus lehernya. 

Menyembelih menggunakan golok alat sembelih yang tumpul. 

Menguliti atau memotong-motong bagian tubuh hewan sembelihan sebelum nyawanya benar-benar hilang. 

Sementara itu, jika pada waktu Idul Adha terdapat orang Islam yang ikut memberikan hewan kurbannya, maka baginya juga ada sisi makruh yang sebaiknya dihindari. Para pemberi hewan kurban makruh untuk memotong kuku dan memotong rambut dimulai dari 1 Dzulhijjah sampai hewan kurban mereka selesai disembelih. 

Hal tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam sebuah hadits shahih. “Barangsiapa yang telah memiliki hewan yang hendak dikurbankan, apabila telah masuk tanggal 1 Dzulhijjah, maka janganlah dia memotong sedikit pun bagian dari rambut dan kukunya hingga dia selesai menyembelih.” (HR. Muslim).

Mengapa Penyembelihan Hewan Mendapat Perhatian Besar Dari Allah dan Rasul?

Mengapa Penyembelihan Hewan Mendapat Perhatian Besar Dari Allah dan Rasul?

Qurban merupakan ibadah sunnah yang sangat dicintai Allah. Hal tersebut dikarenakan dalam melaksanakan kurban terdapat banyak hikmah yang dapat dipetik seperti halnya dengan saling peduli antar sesama.

Dengan melaksanakan qurban, secara tidak langsung mengajarkan kita akan arti saling peduli satu sama lain melalui pembagian daging kurban yang dibagikan secara gratis. Selain dari itu, Qurban juga mengajarkan kita akan pentingnya berbagi antara sesama selagi kita mampu untuk berbagi. Maka dari itulah mengapa bagi umat muslim yang telah dikatakan mampu dianjurkan untuk melaksanakan qurban.

Ibadah yang ditandai dengan menyembelih hewan qurban ini biasanya akan dilaksanakan pada hari raya Idul Adha atau 10 Zulhijah.

Istilah qurban berasal dari bahasa Arab Udh-hiyah yang artinya hewan ternak yang disembelih pada hari Idul Adha dan hari Tasyriq dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.

 

Dalil Al-Qur’an dan Hadits tentang Qurban

Ibadah qurban disyariatkan pada tahun ketiga Hijriyah, bersamaan dengan pensyariatan zakat dan shalat hari raya. Allah SWT telah mensyariatkan pelaksanaan qurban melalui firman-Nya dalam surah Al Kautsar ayat 1-3,

Artinya: “Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurban lah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).”

Perintah berqurban juga dijelaskan dalam hadits shahih riwayat Imam Ahmad, Ibnu Majah, dan Imam al-Hakim yang berasal dari Abu Hurairah RA. Dia berkata Rasulullah SAW bersabda:

“Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih qurban, janganlah mendekati tempat sholat kami.”

Melansir buku Fiqih Qurban Perspektif Madzhab Syafi’i oleh Muhammad Ajib, mengenai hewan qurban, Rasulullah SAW menyembelih dua ekor kambing kibash yang bertanduk, beliau menyembelihnya dengan tangan beliau sambil menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di atas pangkal lehernya. Hal ini termaktub dalam riwayat Imam Muslim tentang hewan qurban.

 

Hukum Qurban

Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi menerangkan dalam Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq, hukum berqurban adalah sunnah muakkadah (sangat dianjurkan) dan makruh bagi orang yang mampu apabila tidak mengerjakannya.

Kesunnahan qurban juga dijelaskan dalam hadits shahih riwayat Imam Ahmad dan Imam al-Hakim. “Tiga perkara yang bagiku hukumnya fardhu tapi bagi kalian hukumnya tathawwu’ (sunnah), yaitu sholat witir, menyembelih udhiyah, dan sholat dhuha.”

Ibadah qurban menjadi wajib hukumnya apabila telah menjadi nadzar sebelumnya. Dalil mengenai hal ini adalah sabda Nabi Muhammad SAW, “Barang siapa bernadzar untuk menaati Allah, maka hendaklah ia melaksanakannya.” (HR Bukhari, Abu Dawud, dan lainnya).

Selain itu, qurban juga menjadi wajib ketika seseorang berkata, “Ini untuk Allah” atau “Ini adalah hewan qurban”. Menurut Imam Malik, jika seseorang membeli seekor hewan dengan niat akan dijadikan sebagai hewan qurban, maka ia wajib melaksanakannya.

 

Keutamaan Melaksanakan Qurban

Ammi Nur Baits dalam bukunya Panduan Qurban menjelaskan, menyembelih qurban termasuk amal saleh yang memiliki keutamaan besar. Syaikhul Islam dalam Majmu’ Fatawa mengatakannya lebih utama daripada sedekah.

“Berqurbanlah, aqiqah, hadyu sunah, semuanya lebih baik, daripada sedekah dengan uang senilai hewan yang disembelih,” tulis Syaikhul Islam.

At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan al Hakim meriwayatkan hadits dari jalur Sulaiman bin Yazid bahwa qurban adalah amalan yang lebih dicintai Allah SWT pada hari Idul Adha.

“Tidak ada amalan manusia pada hari raya Qurban (Idul Adha) yang dicintai Allah melebihi amalan mengalirkan darah (menyembelih hewan). Sesungguhnya hewan qurban itu akan datang pada hari kiamat beserta tanduk-tanduknya, bulu-bulu, dan kuku-kuku nya. Sungguh, sebelum darah qurban itu mengalir ke tanah, pahalanya telah diterima di sisi Allah. Oleh sebab itu, tenangkanlah jiwa kalian dengan berqurban.” (At Tirmidzi berkata hadits hasan. Namun, Al-Albani mendhaifkannya dalam Dha’if Sunan At Tirmidzi dan Dha’if Al-Jami’ Ash-Shaghir).

Apa yang Dimaksud Dengan Hari Tasyrik?

Apa yang Dimaksud Dengan Hari Tasyrik?

Qurban menjadi salah satu ibadah yang dapat dilaksanakan pada bulan Dzulhijjah. Perayaan Qurban sendiri biasanya dilaksanakan selepas shalat Idul Adha. Namun meski demikian, bukan berarti Qurban hanya dapat dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah saja, sebab selain dapat dirayakan pada tanggal 10 dzulhijjah yang bertepatan dengan Idul Adha, Qurban juga apat dilaksanakan pada hari Tasyrik.

Hari Tasyrik adalah 3 hari setelah Idul adha atau tepatnya pada tanggal 11,12 dan 13 pada bulan dzulhijjah. 

Di dalam buku bertajuk Dahsyatnya Puasa Wajib dan sunnah Rekomendasi Rasulullah karya Amirulloh Syarbini dan Sumantri Jamhari, hari tasyrik adalah hari untuk makan, minum, dan mengingat Allah. Hari tasyrik tersebut jatuh setiap tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah atau tepatnya tiga hari setelah Idul Adha. Tidak heran bila hari tasyrik selalu disebut-sebut dalam momen Hari Raya Idul Adha.

Pada hari Tasyrik pada hari Tasyrik juga kerap kali disebut dengan hari makan dan minum sebab di hari tersebut merupakan hari dimana umat Muslim melaksanakan perayaan Qurban. Sehingga bagi siapa saja yang tidak sempat melaksanakan Kurban pada 10 Dzulhijah atau bersamaan dengan hari raya Idul Adha, maka boleh untuk melaksanakannya pada hari Tasyrik atau tiga hari setelah Idul Adha.

Sebagaimana dengan definisi yang sudah disebutkan sebelumnya, Rasulullah Muhammad SAW melarang umatnya untuk berpuasa pada hari-hari tasyrik. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Nabisyah Al Hadzali, Rasulullah bersabda:

Artinya: “Hari-hari tasyrik adalah hari-hari untuk makan, minum, dan berdzikir kepada Allah,” (HR. Muslim).

Hari tasyrik juga disebut sebagai hari-hari penyempurna yang bersamaan dengan persyariatan takbir setelah sholat dan persyariatan kurban. Hal ini disebutkan dalam buku 5 Amalan Penyuci Hati karya Ali Akbar bin Aqil dan Abdullah.

 

Dalil Hari Tasyrik

Dalil lainnya dari Amr ibn ‘Ash, ia meriwayatkan, “Bahwa hari-hari tasyrik merupakan hari ketika Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk berbuka dan melarang kita untuk puasa,”

Diceritakan pula dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW mengutus Abdullah bin Hudzafah untuk berkeliling Mina dan menyeru:

Artinya: “Janganlah kalian puasa pada hari-hari ini (hari tasyrik) karena hari-hai itu merupakan hari-hari untuk makan, minum, dan dzikir kepada Allah Azza wa Jalla,” (HR. Ahmad)

Meskipun terdapat larangan untuk berpuasa, Rasulullah membolehkan untuk melakukan penyembelihan hewan kurban pada hari tasyrik. Hal ini sesuai dengan hadits dari Jubair bin Muth’im RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Di setiap hari tasyrik adalah penyembelihan,” (HR. Ahmad, dishahihkan al-Albani dalam Shahih al-Jami’).

Artinya, menyembelih hewan kurban pada hari tasyrik dinilai sebagai ibadah kurban (udhiyyah) atau sama seperti menyembeli pada Hari Raya Idul Adha. Sebagian dagingnya boleh dimakan dan disimpan, sebagian lainnya harus dibagikan kepada orang lain.

 

Amalan Hari Tasyrik

Untuk menambah amal shaleh di hari Tasyrik terdapat beberapa amalan ibadah yang dianjurkan salah satunya adalah

  1. Berzikir dengan bertakbir setelah sholat wajib

2.. Memperbanyak doa sapu jagat

Bacaan latin: Robbana aatina fid dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar

Artinya: “Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.”

Bagaimana pemanfaatan daging aqiqah yang benar?

Bagaimana pemanfaatan daging aqiqah yang benar?

Aqiqah merupakan salah satu sunnah yang sangat dianjurkan kepada orang tua untuk anaknya. Yaitu menyembelih kambing di hari ketujuh kelahiran anaknya tersebut.   

Dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan dan dagingnya dibagikan. Pertanyaanya apakah daging Aqiqah itu dibagi dalam keadaan sudah dimasak atau masih men

Dalam Jami-nya, Bab hal-hal yang dianjurkan dalam menyembelih aqiqah, Khallal berkata Abdul Malik al-Maimuni telah mengabarkan kepadaku bahwa dia pernah bertanya kepada Abu Abdillah, “Apakah aqiqah itu perlu dimasak, beliau menjawab “Ya”.

Kata Khallal pula bahwa Muhammad bin Ali mengabarkan kepadaku. Dia berkata, “Telah menceritakan kepada kami bahwa pendapat Abu Abdillah tentang aqiqah dimasak dalam bentuk potongan potongan membujur,” katanya lagi. 

Imam Abu Dawud telah mengabarkan kepadaku bahwa dia pernah bertanya kepada Abu Abdillah, “Apakah aqiqah itu dimasak?” Jawabannya, “Ya”. 

Ditanyakan lagi kepadanya,” Bagaimana jika memasaknya terasa berat, “dia menjawab,” mereka harus menanggung memasaknya.”  

Darinya pula, Muhammad bin Husein telah mengabarkan kepadaku bahwa Fadhal bin Ziyad telah mengabarkan kepada mereka bahwa Abu Abdillah pernah ditanya tentang aqiqah. “Apakah perlu dimasak dengan air dan garam?” 

Dia menjawab itu memang dianjurkan. “Ditanyakan lagi kepadanya,” jika dimasak dengan sesuatu yang lain,?” Dia menjawab tidak apa-apa.”

Semua itu agar orang-orang miskin dan para tetangga tidak perlu lagi repot-repot memasaknya jika Daging akikahnya sudah dimasak. 

Hal ini tentu akan menambahkan kebaikan dan rasa syukur atas nikmat anak, Sedangkan para tetangga anak-anak dan orang miskin pun dapat menikmatinya dengan nyaman tanpa dibebani macam-macam.  

Sesungguhnya orang yang dihadiahi daging masak, sudah siap saji dan tinggal di makan, tentu akan lebih gembira dan senang jika diberi daging matang dan bukan daging mentah yang perlu biaya dan tenaga untuk memasaknya. 

Oleh karena itu, Imam Ahmad pun berkata, “Mereka harus menanggung semua dengan memasaknya.” 

Selain itu, ragam makanan lain yang bisa dihidangkan untuk mengungkapkan kesyukuran aebaiknya dalam keadaan sudah dimasak juga, dalam tradisi Arab, ragam makanan yang dimaksud misalnya: 

Qira: Hidangan makanan untuk tamu.

Ma’dubah: Jamuan untuk para undangan dalam suatu walimah.

Tuhfah: Bingkisan makanan untuk peziarah.

Walimah: Makanan dalam pesta perkawinan.

Khurs: Makanan untuk mensyukuri kelahiran bayi. 

Aqiqah: Sembelihan pada hari pencukuran rambut kepala bayi, yaitu pada hari ketujuh sejak kelahirannya.

Ghadirah: Makanan pada pesta khitanan. Naqiah: Makanan menyambut kedatangan orang yang pulang dari perjalanan. 

Wakirah: Makanan sehabis membangun suatu bangunan.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengatakan, memberi makan masakan pada saat-saat seperti itu lebih utama daripada membagi-baginya dalam keadaan masih mentah.

 

Hadist mengenai aqiqah

Banyak hadits yang meriwayatkan tentang aqiqah, sehingga aqiqah menjadi sunnah Nabi Muhammad yang mana jika melakukannya akan mendapat pahala, jika tidak melakukannya tidak apa-apa. hadits-hadits itu adalah sebagai berikut:

Dari Sulaiman ibn Amir Adh Dhaby radluyallahu Anhu berkata: Rasulullah saw bersabda: “anak yang baru lahir hendaknya diaqiqahi, alirkanlah darah (sembelihlah kambing) dan hilangkanlah kotoran serta penyakit yang menyertai anak tersebut (cukurlah rambutnya).” (H. R. Bukhori dalam shahihnya secara mu’allaq (tanpa menyebutkan sanad) dan Thahawi menilai hadits itu sebagai hadits maushul. Hadits itu juga diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, dan Turmudzi)

Diriwayatkan oleh Samurah bin Jundab rodliyallahu anhu berkata: Rasulullah SAW bersabda: “setiap anak yang dilahirkan itu tergadai dengan aqiqahnya, yaitu seekor kambing yang disembelih untuknya pada hari ketujuh, lalu si anak diberi nama dan rambut kepalanya dicukur.” (h. R. Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah)

Untuk menjelaskan hadits diatas, mengutip dari penjelasan al Allamah Ibnu Qayyim dalam kitabnya, Zad Al Ma’ad: Imam Ahmad berkata, “maknanya adalah bahwa anak yang baru lahir itu tertahan (terhalangi) untuk memberi syafaat kepada orang tua. Sedangkan kata tergadai menurut bahasa berarti tertahan, sebagaimana firman Allah swt:

“tiap-tiap diri tertahan (harus mempertanggungjawabkan) apa yang telah diperbuatnya.” (Q.S. Al Muddatsir: 38)

Bagaimana Bunyi Doa Ketika Menyembelih Binatang Kurban?

Bagaimana Bunyi Doa Ketika Menyembelih Binatang Kurban?

Dalam Islam, melakukan berbagai hal termasuk dengan qurban dianjurkan untuk selalu mengucapkan doa. Sebagai orang  yang hendak melaksanakan qurban, sudah seharusnya mengetahui doa doa yang diucapkan ketika hendak berkurban, berikut beberapa doa dan cara melaksanakan qurban menurut Islam.

 

Bacaan Niat Berkurban

Sebagaimana amal lain seperti salat, puasa, dan zakat, kurban juga wajib dilakukan dengan disertai niat terlebih dahulu. Niat inilah yang akan menentukan apakah suatu kurban diterima Allah SWT atau tidak.

Ulama An-Nawawi mengatakan: Niat adalah syarat sah berkurban (Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 8/380).

Berikut ini bacaan lafadz niat kurban:

‘Nawaitu al-udhiyata bi syaatin lillahi ta’ala.’

Artinya: “Saya niat berkurban untuk diri sendiri karena Allah ta’ala.”

 

Bacaan Doa Berkurban

Saat menyembelih hewan kurban, disunahkan untuk membaca bismillah, takbir, selawat, dan doa ketika menyembelih kurban. Berikut doa saat menyembelih hewan kurban saat Idul Adha

 

1. Membaca basmalah dengan sempurna.

“Bismillahirrahmanirrahim”

Artinya: Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

 

2. Membaca shalawat untuk Rasulullah SAW.

“Allahumma shalli ala sayyidina muhammad, wa alaa aali sayyidina muhammad”.

Artinya: Tuhanku, limpahkan rahmat untuk Nabi Muhammad SAW dan keluarganya.

 

3. Membaca takbir sebanyak tiga kali dan tahmid sebanyak satu kali

“Allahu akbar, allahu akbar, allahu akbar walillahil hamd.”

Artinya: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji bagi-Mu.

 

4. Membaca doa menyembelih hewan kurban.

“Allahumma hadzihi minka wa ilaika, fataqabbal minni ya karim.”

Artinya: Ya Tuhanku, hewan ini adalah nikmat dari-Mu dan dengan ini aku bertaqarrub kepada-Mu. Karenanya hai Tuhan yang Maha Pemurah, terimalah taqarrabku.

 

Tata Cara Menyembelih Hewan Kurban

Sebelum mengetahui bacaan niat dan doanya, ketahui terlebih dahulu tata cara penyembelihan hewan kurban menurut syariat Islam. Berikut adalah tata caranya:

  1. Membaca bismillah.
  2. Membaca selawat nabi.
  3. Menghadap ke arah kiblat.
  4. Membaca takbir tiga kali.
  5. Membaca doa untuk menyembelih hewan kurban.
  6. Tidak memperlihatkan alat potong pada hewan kurban.
  7. Menggunakan pisau yang tajam agar tidak menyakiti hewan kurban.
  8. Tidak boleh mematahkan leher hewan sebelum benar-benar mati.

 

Syarat Penyembelih

1. Berakal dan sudah tamyiz

Seorang penyembelih harus sadar dengan perbuatannya. Karena itu, sembelihan orang gila dan anak kecil tidak dianggap, sampai dia sembuh dan anak kecil mencapai usia tamyiz. Seorang anak dikatakan mencapai usia tamyiz ketika dia bisa membedakan mana yang bahaya dan mana yang bermanfaat bagi manusia. Umumnya anak menginjak fase tamyiz ketika dia sudah berusia 7 tahun.

 

2. Penganut agama samawi

Yang dimaksud penganut agama samawi adalah kaum muslim dan ahli kitab (yahudi atau nasrani). Sembelihan orang musyrik, seperti orang hindu atau orang yang murtad, seperti orang yang tidak pernah salat, hukumnya haram dimakan. Karena orang murtad, telah keluar dari Islam.

 

3. Tidak sedang ihram

Orang yang sedang ihram, dilarang untuk menyembelih.

 

4. Adanya niat untuk dimakan dan membaca basmalah dengan lisan

Orang yang menyembelih tapi untuk main-main atau untuk penelitian, tidak boleh dimakan dagingnya. Demikian pula menyembelih tanpa menyebut nama Allah, hukumnya haram.

Allah berfirman

 “janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (QS. Al An’am: 121)

Bacaan bismillah hukumnya wajib menurut Imam Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad, sedangkan menurut Imam Syafii hukumnya sunah.

Tetangga Kaya Tetapi Dia Tidak Mau Berkurban

Tetangga Kaya Tetapi Dia Tidak Mau Berkurban

Berkurban merupakan salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan bagi umat Muslim yang telah masuk dalam kategori orang yang  mampu, namun akan tetapi semua orang memiliki kelapangan harta terpanggil untuk melakukan qurban.

Bahkan ada pula orang  yang  sudah mampu secara finansial namun tidak mau berqurban, ada pula yang sudah merasa melaksanakan ibadah qurban tahun sebelumnya sehingga merasa untuk tidak perlu lagi berqurban pada tahun ini atau dalam agama kerap kali dikenal dengan istilah  “bara’ah min adz-dzimmah” (sudah terlepas dari perintah kurban). Padahal ibadah qurban sendiri tidak hanya berlaku untuk sekali seumur hidup, akan tetapi setiap tahunnya bagi yang telah memiliki kelapangan harta.

 

Bagaimana Jika Tetanggamu Kaya Tetapi Dia Tidak Mau Berkurban.?

Baginda Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

“Barangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berqurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah (3123), Ahmad (2/321), al-Hakim (4/349), ad-Daruquthni (4/285), al-Baihaqi (9/260).

Bunyi hadis tersebut seakan mengancam dengan tegas bahwa bagi orang  orang yang sudah mampu secara finansial namun dengan sengaja untuk tidak melaksanakan nya.

Berdasarkan hadis tersebut ada 2 pendapat yang diutarakan oleh sebagian ulama yakni yang pertama bahwa bagi yang sengaja tidak melakukan ibadah qurban namun mampu maka ia dilarang untuk mendatangi shalat Idul Adha. Sementara pendapat lainnya mengutarakan bahwa hadits  tersebut menunjukkan yang tidak mau berqurban namun ia mampu maka akan berdosa.

 

Dalam surah Al-Kautsar ayat kedua Allah SWT berfirman:

Artinya: Maka shalatlah kamu untuk Rabbmu dan sembelihlah hewan kurban (QS. Al Kautsar: 2)`

Dari firman Allah tersebut, kata wanhar merupakan fi’il amar yang bersifat perintah yang memiliki konsekuensi hukum wajib atau minimal sunat. Meskipun status wajibnya qurban bagi yang berkemampuan masih bersifat khilafiyah (ada yang mewajibkan bagi yang mampu, ada yang menyatakan sunnah mu’akkadah), banyak ulama menjelaskan bahwa menyembelih hewan kurban lebih utama dibandingkan sedekah meskipun nilai uang yang dikeluarkan dalam shadaqah sama dengan nilai uang yang dikeluarkan untuk ibadah kurban.

 

Terkait khilafiyah hukum berkurban bagi yang mampu, berkurban hukumnya Sunnah Muakkad. Ulama yang mengambil pendapat ini berdalil dengan riwayat dari Abu Mas’ud Al Anshari Radhiyallahu Anhu yang mengatakan:

“Sesungguhnya aku sedang tidak akan berkurban. Padahal aku adalah orang yang berkelapangan. Itu kulakukan karena aku khawatir kalau-kalau tetanggaku mengira kurban adalah wajib bagiku.” (HR. Abdur Razzaq dan Baihaqi dengan sanad shahih). Sedangkan Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan “pendapat yang menyatakan wajib itu tampak lebih kuat daripada pendapat yang menyatakan tidak wajib. Akan tetapi, hal itu hanya diwajibkan bagi yang mampu.”

 

Meskipun demikian, dalam kaidah ushul fiqh dikenal sebuah kaidah yang berbunyi:

” Dianjurkan untuk keluar dari perkara yang diperselisihkan “

 

Lantas bagaimana cara kita untuk keluar dari perkara-perkara yang bersifat khilafiyah? Seperti halnya dalam batasan-batasan wudhu (sampai siku pada tangan, sampai mata kaki pada kaki). Terdapat khilafiyah tentang wajib tidaknya siku atau mata kaki untuk dibasuh karena merupakan batas. Ada yang menganalogikan dengan “menyapu lantai sampai batasan dinding” maka dinding tidak perlu untuk disapu. Ada juga yang menganalogikan dengan batasan kota, seseorang belum bisa dikatakan masuk di suatu kota ketika berdiri tepat di perbatasan, karena bisa saja dikatakan masih berada di kota sebelumnya. Maka untuk keluar dari khilafiyah ini, sebaiknya kita menyertakan membasuh siku dan mata kaki, meskipun ada yang mewajibkan ada juga yang tidak.

Demikian juga dalam hal berkurban, ketika berkemampuan secara finansial, maka sangat utama bagi kita untuk berkurban, terlepas dari khilafiyah yang menghukumi wajib atau hanya sunnah mu’akkadah.

Wal Afwu Minkum, Wallahu a’lam bi ash-showab