Bagaimana Hukum Aqiqah Bagi Orang yang Tidak Mampu?

Bagaimana Hukum Aqiqah Bagi Orang yang Tidak Mampu?

Aqiqah menjadi salah satu ibadah yang dianjurkan bagi setiap umat Muslim yang telah dikaruniai dengan seorang bayi. Aqiqah sendiri dilakukan setelah usia bayi mencapai 14 hari. Namun apabila berhalangan dalam melaksanakannya pada hari ke tujuh maka boleh melakukannya pada hari ke 14 atau 21. 

“Aqiqah disembelih pada hari ketujuh, atau pada hari keempat belas, atau pada hari ke duapuluh satu.” (HR. Baihaqi)

Dalam melaksanakan Aqiqah, terdapat sedikit perbedaan dari anak laki laki dan perempuan. Apabila dikaruniai seorang anak laki laki maka dalam proses aqiqahnya menyembelih 2 ekor kambing. Sedangkan apabila dikaruniai seorang anak perempuan maka dalam proses aqiqahnya menyembelih satu ekor kambing. Namun apabila tidak mampu menyembelih dua ekor kambing bagi yang dikaruniai anak laki laki, maka boleh satu ekor saja.

Nabi Muhammad SAW sendiri ketika melakukan akikah untuk Hasan dan Husain, masing-masing dengan satu ekor kambing. Dalam hadis riwayat Imam Abu Daud dari Ibnu Abbas, dia berkata:

“Sesungguhnya Nabi SAW pernah melakukan akikah untuk Hasan dan Husain, masing-masing satu ekor gibas (domba).”

Dalam kitab Muhadzab fi Fiqhil Imam Assyafi’i, Imam Abu Ishaq Syairazi menegaskan kebolehan akikah dengan satu ekor kambing ini untuk anak laki-laki. Beliau berkata;

“Jika masing-masing anak baik laki-laki maupun perempuan di akikah dengan satu ekor kambing, maka itu boleh karena ada riwayat dari Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa Nabi SAW mengakikahi Hasan dan Husain masing-masing satu kambing gibas (domba).”

 

Bagaimana Hukum Aqiqah Bagi Orang yang Tidak Mampu?

Beberapa kondisi terkadang banyak orang  yang tidak mampu menunaikan Aqiqah dikarenakan hal tersebut diluar kemampuan mereka. apabila keadaan orang tua tidak mampu ketika pensyariatan aqiqah, kewajiban aqiqah menjadi gugur karena ia tidak memiliki kemampuan.

Sedangkan jika orang tuanya mampu sejak anak lahir, namun ia menunda aqiqah hingga anaknya dewasa, maka pada saat itu anaknya tetap diaqiqahi walaupun sudah dewasa.

 

Begitu juga hadits berkata:

“Jika seseorang anak tidak diaqiqahi, maka ia tidak akan memberi syafaat kepada orang tuanya pada hari kiamat nanti.”

Imam Asy Syafi’i memiliki pendapat bahwa aqiqah tetap dianjurkan walaupun diakhirkan. Namun disarankan agar tidak diakhirkan hingga usia baligh.

Jika aqiqah diakhirkan hingga usia baligh, kewajiban orang tua menjadi gugur. Akan tetapi ketika itu, anak punya pilihan, boleh mengaqiqahi dirinya sendiri atau tidak. (Shahih Fiqih Sunnah, 2/383)

 

Hadits Menjadi Dalil Disunnahkannya Ibadah Aqiqah

Berikut ini beberapa hadits yang menjadi dalil disunnahkannya ibadah aqiqah:

 

Hadits Riwayat Tirmidzi

Dari Yusuf bin Mahak bahwasanya orang-orang datang kepada Hafshah binti ‘Abdur Rahman. Mereka menanyakan kepadanya tentang ‘Aqiqah. Maka Hafshah kepada mereka bahwasanya ‘Aisyah memberitahu bahwa Rasulullah SAW telah memerintahkan para sahabat (agar menyembelih ‘Aqiqah) bagi anak laki-laki 2 ekor yang sebanding dan untuk anak perempuan 1 ekor. [SDM. Tirmidzi juz 3, hal. 35, tidak. 1549].

 

Hadits Riwayat Bukhari

Dari Salman bin ‘Amir Adl-Dlabiy, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Tiap-tiap anak itu ada ‘Aqiqahnya. Maka sembelihlah binatang ‘Aqiqah untuknya. Dan buanglah kotoran darinya (cukurlah hasil)“. [SDM. Bukhari juz 6, hal. 217]

 

Hadits Riwayat Ahmad

Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya. Ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang berkehendak untuk meng’Aqiqahkan anaknya maka mengerjakanlah. Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sebanding dan untuk anak perempuan satu ekor kambing“. [SDM. Ahmad juz 2, hal. 604, tidak. 2725]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *