Bolehkah Berkurban Untuk Orang yang Masih Hidup?

Bolehkah Berkurban Untuk Orang yang Masih Hidup?

Qurban merupakan ibadah sunnah muakkad atau sunnah yang diutamakan. Bagi seorang Muslim yang sudah masuk dalam kategori mampu, maka dianjurkan baginya untuk melaksanakan Qurban sebagaimana telah disampaikan dalam hadisnya yang berbunyi

“Dari Abu Hurairah, “Rasulullah SAW telah bersabda, barangsiapa yang mempunyai kemampuan, tetapi ia tidak berkurban maka janganlah ia mendekati (menghampiri) tempat shalat kami,” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Dalam hadis tersebut seakan Qurban menjadi suatu hal yang wajib untuk dilaksanakan bagi setiap umat Muslim yang telah mampu. Namun berbeda dengan Qurban nazar yang dimana apabila telah bernazar akan melaksanakan Qurban maka hukumnya menjadi wajib sehingga bagi siapa yang telah bernazar namun tidak melaksanakannya maka akan berdosa.

 

Berkurban Untuk Orang yang Masih Hidup

Beberapa kondisi memang terkadang membuat banyak orang tidak dapat melaksanakan Qurban, sehingga salah satu anggota keluarga atau anak ingin menunaikan ibadah Qurban dengan mengatasnamakan orang lain. Lantas bagaimana dalam Islam terkait hal tersebut.?

Seperti dalam riwayat hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, Rasulullah SAW berkata: 

“Rasulullah berkurban dua ekor domba gemuk yang bertanduk, satu untuk diri beliau dan satunya lagi untuk keluarganya lalu yang lain untuk orang-orang yang tidak berqurban dari umatnya” (HR. Ibnu Majah no.3122)

Berdasarkan hadis di atas menerangkan bahwasanya berkurban atas nama orang tua atau orang lain diperbolehkan. Selain itu, ketentuannya telah mendapat izin dari pihak (orang tua) yang akan diatasnamakan qurban sebagaimana riwayat Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam kitabnya Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu 

“Ulama Syafi’iyah berkata; Larangan boleh berkurban untuk orang lain tanpa seizin dari orang tersebut.”

Berdasarkan kaidah kedua ulama besar tersebut dapat menjadi rujukan bagi shohibul qurban yang ingin berkurban atas nama orang tua, apabila hendak ingin berkurban atas nama orang tua, haruslah menyampaikan niat baiknya. Selain itu berkurban untuk orang tua sebagai wujud bakti dan balas budi. 

 

Qurban Merupakan Ibadah yang Sunnah yang Diutamakan

Meskipun Qurban bukan hukumnya wajib namun bagi yang mampu sangat dianjurkan untuk melaksanakannya sebagaimana telah disampaikan pada beberapa surah berikut

1. Surah Al Kautsar Ayat 2

Artinya: “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berqurbanlah.”

 

2. Surah Al Hajj ayat 28

Artinya: “Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang diberikan Dia kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.”

 

3. Surah Al Hajj ayat 34-35

Artinya: ” Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak. Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan sampaikanlah (Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah), (yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah hati mereka bergetar, orang yang sabar atas apa yang menimpa mereka, dan orang yang melaksanakan shalat dan orang yang menginfakkan sebagian rezeki yang Kami karuniakan kepada mereka.”

 

4. Surah As Saffat ayat 102

Artinya: “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”

 

Dalam sebuah hadist Ibnu Majah menyebutkan:

Artinya: “Dari Abu Hurairah, “Rasulullah SAW telah bersabda, barangsiapa yang mempunyai kemampuan, tetapi ia tidak berkurban maka janganlah ia mendekati (menghampiri) tempat shalat kami,” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Kurban atau Qurban, Apa itu qurban menurut Islam?

Kurban atau Qurban, Apa itu qurban menurut Islam?

Kurban atau Qurban.? mungkin bagi sejumlah orang dua kata ini memiliki makna yang berbeda, padahal hal tersebut tidaklah demikian. Kurban merupakan sebuah kata atau ejaan yang berdasarkan dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Sedangkan Qurban merupakan suku kata yang diambil dari bahasa arab yang secara harfiah memiliki arti hewan sembelihan. Ibadah qurban (kurban) adalah ibadah menyembelih hewan ternak yang merupakan salah satu bagian dari syiar Islam yang disyariatkan dalam Al Quran.

Makna dari Kurban sendiri tidak hanya mengenai sebuah tradisi menyembelih hewan saja, namun juga makna makna lain yaitu nilai dan moral, seperti mengajak umat Muslim lainnya untuk secara perlahan menabung dan ikut dalam melaksanakan penyembelihan hewan ternak. Daging dari hewan ternak atau Qurban ini nantinya akan dibagikan secara gratis yang akan mengajarkan bagi orang yang melakukan nya untuk saling peduli antar sesama.

 

Selain ibadah sunnah, kurban menjadi waktu untuk berbagi harta berupa daging kepada orang yang membutuhkan dan tepat. Maka dari itu, perayaan ini memiliki tata cara agar pelaksanaan hingga penyerahan daging kurban sesuai anjuran Al Quran dan hadis. Bagi yang saat ini berencana untuk melakukan ibadah Kurban di Hari Idul Adha. Ada beberapa persyaratan dan tata cara Kurban yang perlu diketahui dan harus dicermati baik-baik:

 

Cara Qurban yang  Perlu Diketahui

Qurban merupakan salah satu ibadah yang dianjurkan untuk Umat Muslim. Adapun tata cara melaksanakan Qurban yang telah diatur dalam Islam antara lain yaitu

 

Waktu pelaksanaan qurban

Setiap tahunnya, hari raya Idul Adha dirayakan pada 10 hingga 13 Zulhijjah. Waktu pelaksanaannya dapat dilakukan pada saat setelah selesai Shalat Idul Adha hingga matahari terbenam.

 

Syarat orang yang berkurban

Orang yang hendak melaksanakan Qurban juga wajib memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam Islam yaitu Dewasa (baligh), berakal, mampu, dan tentunya tidak terpaksa yang hanya ingin terlihat mampu berkurban.

 

Proses penyembelihan hewan kurban

Memotong atau menyembelih hewan ternak harus di tempat yang bersih, tidak memperlakukan hewan secara kasar, menghadapkan hewan yang hendak disembelih ke arah kiblat dan membaca doa sembelih hewan ternak sebagaimana telah diatur dalam Islam

 

Memilih jenis hewan kurban

Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan dari al-Barra bin Azib radliyallâhu ‘anh bersabda:

“Ada empat macam hewan yang tidak sah dijadikan hewan kurban, “(1) yang (matanya) jelas-jelas buta (picek), (2) yang (fisiknya) jelas-jelas dalam keadaan sakit, (3) yang (kakinya) jelas-jelas pincang, dan (4) yang (badannya) kurus lagi tak berlemak.” (Hadits Hasan Shahih, riwayat al-Tirmidzi: 1417 dan Abu Dawud: 2420).

Selain menghindari cacat, pemilihan hewan kurban harus tepat agar kondisi daging yang dibagikan segar dan layak makan. Maka dari itu, pekurban lebih baik mengetahui asal hewan kurban dengan bertanya kepada peternak. Berikut syarat-syarat hewan kurban yang harus diperhatikan oleh peternak dan pekurban:

 

Syarat-Syarat Hewan Kurban

Hewan yang hendak dijadikan sebagai hewan Qurban tidak hanya hewan ternak saja melainkan ada beberapa ciri ciri hewan ternak yang boleh dijadikan sebagai hewan Qurban seperti merupakan hewan ternak, memiliki usia yang cukup, hewan dalam kondisi sehat dan tidak cacat dan hewan milik sendiri.

Apa Manfaat Dari Puasa Arafah? Keutamaan Puasa Arafah

Apa Manfaat Dari Puasa Arafah? Keutamaan Puasa Arafah

Puasa merupakan salah satu bentuk ibadah umat Muslim yang bertakwa. Puasa dalam Islam terdapat dalam dua macam yaitu puasa wajib dan puasa sunnah. Puasa wajib merupakan puasa yang diharuskan untuk dilaksanakan misalnya seperti puasa ramadhan, puasa nazar dan lainnya. Sementara puasa sunnah merupakan puasa yang dianjurkan namun tidak diharuskan. Namun meski demikian, puasa sunnah juga memiliki cukup banyak keutamaan, seperti halnya dengan puasa Arafah.

 

Niat Puasa Arafah

Menjalankan puasa Arafah sendiri hampir sama saja dengan puasa pada umumnya yang dimana kita diwajibkan untuk menahan diri dari berbagai hal yang dapat merusak amal ibadah puasa. Namun untuk niat dari puasa ini berbeda. Adapun niat dalam melaksanakan ibadah puasa Arafah yakni.

NAWAITU SHOUMA ARAFATA SUNNATAN LILLAHI TA’ALA

Artinya:

“Saya niat puasa sunah Arafah karena Allah Ta’ala.”

 

Keutamaan Puasa Arafah

Sebagai umat Muslim, bulan Dzulhijjah merupakan salah satu bulan yang istimewa. Ketika memasuki awal bulan ini, banyak keutamaan-keutamaan dan amalan baik yang dianjurkan untuk umat Muslim.

Salah satu amalan yang sangat dianjurkan di awal bulan Dzulhijjah adalah Puasa Arafah. Puasa ini dilaksanakan pada 9 Dzulhijjah dan disunnahkan untuk seorang Muslim yang tidak melaksanakan ibadah haji. Lantas apa yang menjadi keutamaan dari puasa ini.? Simak ulasan berikut.

 

Menghapus Dosa 2 Tahun

Salah satu keutamaan dari puasa Arafahadalah sebagai penghapus dosa selama dua tahun. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadist Rasulullah SAW,

“Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim).

 

Sebagai Ibadah pada 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah

 “Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini, yaitu: Sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Mereka bertanya: Ya Rasulullah, tidak juga jihad fi sabilillah? Beliau menjawab: Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun.” (HR. Imam Bukhori).

 

Dikerjakan pada Hari Arafah

Keutamaan Puasa Arafah yang ketiga, yaitu puasa ini dilaksanakan hanya pada hari Arafah. Pada hari tersebut, Allah SWT banyak membebaskan manusia dari neraka. Sesuai dengan hadist yang berbunyi,

“Tidak ada hari di mana Allah membebaskan hamba dari neraka melebihi hari arafah” (HR. Muslim).

 

Sunnah Rasulullah SAW

Keutamaan Puasa Arafah yang keempat, yaitu bahwa puasa Arafah ini merupakan amalan yang sering dilakukan oleh Rasulullah. Rasulullah disebutkan tidak pernah meninggalkan puasa sunnah ini.

“Ada empat perkara yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah yaitu puasa asyura, puasa hari arafah, puasa tiga hari setiap bulan dan shalat dua rakaat sebelum subuh.” (HR. An Nasa’i dan Ahmad)

Apa Pengertian Qurban Secara Bahasa dan Istilah?

Apa Pengertian Qurban Secara Bahasa dan Istilah?

Setiap tahun, tepatnya pada tanggal 10 Dzulhijjah Seluruh umat muslim akan merayakan hari raya Idul adha yang biasanya akan diikuti dengan perayaan Idul Qurban. Perayaan hewan Qurban sendiri ditandai dengan menyembelih sejumlah hewan ternak seperti sapi, kambing dan lain sebagainya.

Pada hari itu, umat Islam sangat disunnahkan untuk berqurban dimana mereka menyembelih hewan qurban untuk kemudian dibagi-bagikan kepada seluruh umat Islam di suatu daerah. Lalu apakah sebenarnya Qurban itu? 

 

Pengertian Kurban

Qurban berasal dari bahasa Arab, “Qurban” yang berarti dekat (قربان). Kurban dalam Islam juga disebut dengan al-udhhiyyah dan adh-dhahiyyah yang berarti binatang sembelihan, seperti unta, sapi (kerbau), dan kambing yang disembelih pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq sebagai bentuk taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah.

 

Dalil Disyariatkan Kurban

Allah SWT telah mensyariatkan kurban dengan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurban lah. Sesungguhnya orang-orang yang membencimu dialah yang terputus.” (Al-Kautsar: 1 — 3).

“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagai syiar Allah. Kamu banyak memperoleh kebaikan dari padanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya.” (Al-Hajj: 36).

 

Keutamaan Ibadah Kurban

Dari Aisyah ra, Nabi saw bersabda, “Tidak ada suatu amalan pun yang dilakukan oleh manusia pada hari raya Kurban yang lebih dicintai Allah SWT dari menyembelih hewan Kurban. Sesungguhnya hewan Kurban itu kelak pada hari kiamat akan datang beserta tanduk-tanduknya, bulu-bulunya dan kuku-kukunya. Dan sesungguhnya sebelum darah Qurban itu menyentuh tanah, ia (pahalanya) telah diterima di sisi Allah, maka beruntunglah kalian semua dengan (pahala) Kurban itu.” (HR Tirmidzi).

 

Hukum Berkurban

Ibadah qurban hukumnya adalah sunnah muakkadah atau sunnah yang diutamakan. Bagi orang  yang mampu namun tidak melaksanakannya maka dihukumi makruh. 

 

Dari Ummu Salamah ra, Nabi saw bersabda, “Dan jika kalian telah melihat hilal (tanggal) masuknya bulan Dzul Hijjah, dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia membiarkan rambut dan kukunya.” HR Muslim

Arti sabda Nabi saw, ” ingin berkorban” adalah dalil bahwa ibadah kurban ini sunnah, bukan wajib.

Diriwayatkan dari Abu Bakar dan Umar ra bahwa mereka berdua belum pernah melakukan kurban untuk keluarga mereka berdua, lantaran keduanya takut jika perihal kurban itu dianggap wajib.

 

Hikmah Kurban

Ibadah kurban disyariatkan Allah untuk mengenang Sejarah Idul Adha sendiri yang dialami oleh Nabi Ibrahim as dan sebagai suatu upaya untuk memberikan kemudahan pada hari Id, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw, “Hari-hari itu tidak lain adalah hari-hari untuk makan dan minum serta berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla.”

Apakah Orang yang Mau Berkurban Tidak Boleh Potong Rambut?

Apakah Orang yang Mau Berkurban Tidak Boleh Potong Rambut?

Larangan terkait potong kuku dan rambut memang kerap kali menjadi perdebatan di kalangan orang yang akan melaksanakan qurban. Larangan tersebut  berpegang pada Hadis riwayat Ummu Salamah yang berbunyi

 “Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain)”

 

Apakah Orang yang Mau Berkurban Tidak Boleh Potong Rambut?

Terkait hal ini masih belum ditemukan terkait larangan yang pasti bagi orang yang hendak berkurban tersebut, sebab dari berbagai narasumber kami menemukan bahwa terdapat dua pendapat yang berbeda yang berpegang  teguh pada hadis tersebut. pendapat pertama yaitu larangan berlaku pada orang yang hendak berkurban. Sedangkan pendapat kedua berpendapat bahwa hal tersebut berlaku untuk setiap hewan yang hendak dikurbankan. Lebih jelasnya berikut pendapat tersebut.

 

Larangan bagi Orang yang Berkurban

Larangan memotong kuku dan rambut ini berlaku sejak hari pertama masuknya bulan dzulhijjah dan akan berlaku hingga pelaksanaan qurban dinyatakan berakhir atau selesai.Maka, sejak tanggal 1 hingga 10 Dzulhijjah tidak diperbolehkan untuk melakukan dua perkara tersebut. 

Dituliskan laman Suara Muhammadiyah, banyak keutamaan yang didapatkan dari larangan memotong kuku dan rambut di waktu tersebut. Diantaranya ialah Allah SWT akan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya mulai dari ujung rambut hingga kaki. 

Berdasarkan sejumlah keterangan diatas, maka bagi orang yang akan berkurban sebaiknya mempersiapkan diri dengan tidak memotong rambut dan kuku sejak awal bulan Dzulhijjah hingga pelaksanaan penyembelihan hewan kurban. 

Namun demikian, berbicara mengenai kadar hukum larangan penerapannya, juga terdapat perbedaan pendapat di kalangan sejumlah ulama. Abu Hanifah memperbolehkan untuk memotong rambut dan kuku bagi orang yang akan berkurban serta tidak menghukuminya makruh. 

Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa hukumnya ialah makruh, tepatnya makruh yang paling sederhana. Sedangkan Imam Ahmad menyatakan bahwa hukumnya adalah haram, bersumber pada hadits Ummu Salamah.“Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain)”

 

Larangan Untuk Hewan Kurban

Dalam pendapat kedua, larangan memotong kuku dan rambut bukan untuk orang yang akan berkurban. Melainkan bagi hewan yang akan dijadikan kurban mendatang. Pasalnya, dijelaskan bahwa bulu, kuku, hingga kulit pada hewan tersebut bakal menjadi saksi bagi orang yang berkurban saat di akhirat. Melalui sebuah hadis, terdapat penjelasan jika 

“Bagi orang yang berkurban, setiap helai rambut (bulu hewan kurban) adalah kebaikan,” (HR At-Tirmidzi). 

Riwayat ‘Aisyah menerangkan:”Rasulullah SAW mengatakan, “Tidak ada amalan anak adam yang dicintai Allah pada hari Idul Adha kecuali berkurban. “Karena ia akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya. Saking cepatnya, pahala kurban sudah sampai kepada Allah sebelum darah hewan sembelihan jatuh ke tanah. Maka hiasilah diri kalian dengan berkurban,” (HR Ibnu Majah).

Perlu diketahui, bahwa setiap orang berhak mempertahankan pendapat masing masing, maka dari itu jangan pernah menyalahkan pendapat orang lain. Hargailah perbedaan pendapat, selama hal tersebut tidak merugikan orang lain.

Apa Hukum memotong rambut sebelum qurban?

Apa Hukum memotong rambut sebelum qurban?

Ulama menjelaskan bahwasannya hukum memotong rambut dan kuku bagi shohibul qurban jika telah memasuki sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah adalah makruh. Kemakruhan tersebut terus bertahan hingga menyembelih hewan yang dikurbankan. Hal ini berasal dari hadis Syh. Ummu Salamah,

Artinya: ”Apabila telah masuk hari kesepuluh (bulan Dzulhijjah), dan salah seorang darimu ingin berkurban, maka ia tidak memotong rambut dan kukunya” (HR Muslim)

Adapun larangan pada hadis Ummu Salamah ra. diatas bukan bermaksud haram akan tetapi makruh. Karena hadis riwayat Syh. Aisyah ra,

Artinya: “Aku memintal kalung hadyu (sembelihan haji) Rasulullah SAW kemudian beliau mengalungkannya lalu mengutusnya dengan kalung itu, dan tidak mengharamkan suatu apapun yang telah dihalalkan oleh Allah SWT sampai menyembelihnya.” (HR. Bukhari-Muslim)

 

Larangan Bagi Orang yang Melaksanakan Qurban

Selain dilarang untuk memotong kuku dan rambut, adapun hal hal lain yang dilarang untuk dilakukan bagi setiap orang yang hendak melaksanakan Qurban. Berikut beberapa larangan tersebut.

 

Larangan Menjual Daging, Kulit atau apapun dari Hewan Kurban

Allah Ta’ala berfirman,

Artinya: “Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (Qs. Al hajj: 28)

 

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Artinya: “Barangsiapa menjual kulit hasil sembelihan kurban, maka tidak ada qurban baginya.” (hr. Al hakim)

Dari kedua hadis tersebut, sudah jelas bagi setiap orang yang berkurban dilarang untuk menjual setiap bagian dari hewan qurban melainkan untuk dibagikan secara gratis.

Pendapat para Imam Asy Syafi’i dan Imam Ahmad. Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Binatang qurban termasuk nusuk (hewan yang disembelih untuk mendekatkan diri pada Allah)”.

Bagaimana kalau yang menjual ada si penerima ( orang yang tidak kurban)? Dalam hal ini tidak dilarang. Dibolehkan. Karena haknya sudah berpindah ke orang lain.

 

Dilarang Memberi Upah Penyembelih Hewan dengan Bagian Tubuh Hewan Kurban

Dalil dari hal ini adalah riwayat yang disebutkan oleh ‘Ali bin Abi Tholib,

Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta kurban beliau. Aku menyedekahkan daging, kulit, dan jilalnya (kulit yang ditaruh pada punggung unta untuk melindungi dari dingin). Aku tidak memberi sesuatu pun dari hasil sembelihan qurban kepada tukang jagal. Beliau bersabda, “Kami akan memberi upah kepada tukang jagal dari uang kami sendiri”.

Jika sohibul kurban ingin memberi daging atau bagian dari hewan kurban kepada si penyembelih maka itu adalah hadiah atau shodaqoh. Bukan sebagai upah.

Kapan kita bisa potong kuku setelah Idul Adha?

Kapan kita bisa potong kuku setelah Idul Adha?

Idul adha merupakan hari besar umat Muslim setelah Idul Fitri. Saat merayakan Idul Adha, umat Muslim dilarang untuk berpuasa, sebab pada hari ini merupakan hari yang  dianjurkan untuk menyantap daging hewan Qurban.

Seperti yang kita ketahui, perayaan Idul Adha kerap kali disertai dengan perayaan hewan Qurban atau menyembelih hewan ternak. Daging dari hewan ternak tersebut nantinya akan dibagikan secara gratis kepada umat Muslim lain yang membutuhkannya. Maka dari itulah saat perayaan Idul Adha atau Idul Qurban kita tidak diperbolehkan berpuasa dan bahkan puasa di hari ini hukumnya haram.

Selain dilarang untuk berpuasa, ada pula larangan lainnya yang harus dihindari ketika hendak melaksanakan ibadah Qurban. Salah satunya adalah memotong kuku dan rambut. Perintah ini tercantum pada Hadis riwayat Ummu Salamah yang berbunyi

 “Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain)”

 

Kapan kita bisa potong kuku setelah Idul Adha?

Dari riwayat hadis di atas sudah cukup jelas bahwa kita akan diperbolehkan untuk memotong kuku dan rambut yaitu ketika pelaksanaan Qurban dinyatakan selesai. Namun terkait dengan larangan memotong kuku dan rambut terdapat dua pendapat yang berbeda. Dimana dalam  Hadis riwayat Ummu Salamah di atas memang menyebutkan bahwa adanya larangan memotong kuku dan rambut, namun ada yang berpendapat bahwa hal tersebut ditujukan kepada hewan yang akan di qurbankan, namun ada pula yang berpendapat bahwa hal tersebut diperuntukkan bagi orang yang akan berkurban. Berikut beberapa terkait pendapat berbeda tersebut.

 

Larangan Memotong Kuku dan Rambut bagi Orang yang Berkurban

Mengenai pendapat pertama, larangan untuk memotong kuku dan rambut bagi orang yang berkurban diterapkan selama 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah. Maka, sejak tanggal 1 hingga 10 Dzulhijjah tidak diperbolehkan untuk melakukan dua perkara tersebut. 

Dituliskan laman Suara Muhammadiyah, banyak keutamaan yang didapatkan dari larangan memotong kuku dan rambut di waktu tersebut. Diantaranya ialah Allah SWT akan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya mulai dari ujung rambut hingga kaki. 

Berdasarkan sejumlah keterangan diatas, maka bagi orang yang akan berkurban sebaiknya mempersiapkan diri dengan tidak memotong rambut dan kuku sejak awal bulan Dzulhijjah hingga pelaksanaan penyembelihan hewan kurban. 

Namun demikian, berbicara mengenai kadar hukum larangan penerapannya, juga terdapat perbedaan pendapat di kalangan sejumlah ulama. Abu Hanifah memperbolehkan untuk memotong rambut dan kuku bagi orang yang akan berkurban serta tidak menghukuminya makruh. 

Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa hukumnya ialah makruh, tepatnya makruh yang paling sederhana. Sedangkan Imam Ahmad menyatakan bahwa hukumnya adalah haram, bersumber pada hadits Ummu Salamah.“Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain)”

 

Larangan Memotong Kuku dan Rambut Untuk Hewan Kurban

Dalam pendapat kedua, larangan memotong kuku dan rambut bukan untuk orang yang akan berkurban. Melainkan bagi hewan yang akan dijadikan kurban mendatang. Pasalnya, dijelaskan bahwa bulu, kuku, hingga kulit pada hewan tersebut bakal menjadi saksi bagi orang yang berkurban saat di akhirat. Melalui sebuah hadis, terdapat penjelasan jika 

“Bagi orang yang berkurban, setiap helai rambut (bulu hewan kurban) adalah kebaikan,” (HR At-Tirmidzi). 

Riwayat ‘Aisyah menerangkan:”Rasulullah SAW mengatakan, “Tidak ada amalan anak adam yang dicintai Allah pada hari Idul Adha kecuali berkurban. “Karena ia akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya. Saking cepatnya, pahala kurban sudah sampai kepada Allah sebelum darah hewan sembelihan jatuh ke tanah. Maka hiasilah diri kalian dengan berkurban,” (HR Ibnu Majah).

Perlu diketahui, bahwa setiap orang berhak mempertahankan pendapat masing masing, maka dari itu jangan pernah menyalahkan pendapat orang lain. Hargailah perbedaan pendapat, selama hal tersebut tidak merugikan orang lain.

Kapan Tidak Boleh Memotong Kuku saat Qurban?

Kapan Tidak Boleh Memotong Kuku saat Qurban?

Larangan terkait tidak boleh memotong kuku saat qurban memang kerap kali menjadi perbincangan bagi sebagian kalangan masyarakat yang hendak berqurban. Larangan terkait memotong kuku dan rambut tersebut berpegang teguh pada Hadis riwayat Ummu Salamah yang berbunyi

 “Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain)”

 

Kapan Tidak Boleh Memotong Kuku saat Qurban

Berdasarkan Hadis riwayat Ummu Salamah tersebut cukup jelas bahwa larangan memotong kuku dan rambut dimulai sejak hari pertama masuknya bulan Dzulhijjah dan barulah kemudian diperbolehkan untuk memotong kuku atau rambut ketika ibadah qurban dinyatakan selesai. Namun, hal tersebut mendapatkan dua pendapat yang berbeda, yang dimana pendapat pertama bahwa larangan tersebut berlaku pada orang yang hendak akan berkurban dan larangan kedua dituju untuk hewan yang akan dikurbankan. Adapun penjelasan terkait keuda pendapat tersebut sebagai berikut.

 

Pendapat bagi Orang yang Akan Berkurban

Mengenai pendapat pertama, larangan untuk memotong kuku dan rambut bagi orang yang berkurban diterapkan selama 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah. Maka, sejak tanggal 1 hingga 10 Dzulhijjah tidak diperbolehkan untuk melakukan dua perkara tersebut. 

Dituliskan laman Suara Muhammadiyah, banyak keutamaan yang didapatkan dari larangan memotong kuku dan rambut di waktu tersebut. Diantaranya ialah Allah SWT akan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya mulai dari ujung rambut hingga kaki. 

Berdasarkan sejumlah keterangan diatas, maka bagi orang yang akan berkurban sebaiknya mempersiapkan diri dengan tidak memotong rambut dan kuku sejak awal bulan Dzulhijjah hingga pelaksanaan penyembelihan hewan kurban. 

Namun demikian, berbicara mengenai kadar hukum larangan penerapannya, juga terdapat perbedaan pendapat di kalangan sejumlah ulama. Abu Hanifah memperbolehkan untuk memotong rambut dan kuku bagi orang yang akan berkurban serta tidak menghukuminya makruh. 

Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa hukumnya ialah makruh, tepatnya makruh yang paling sederhana. Sedangkan Imam Ahmad menyatakan bahwa hukumnya adalah haram, bersumber pada hadits Ummu Salamah.“Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain)”

 

Pendapat Bagi Hewan yang Akan Dikurban

Dalam pendapat kedua, larangan memotong kuku dan rambut bukan untuk orang yang akan berkurban. Melainkan bagi hewan yang akan dijadikan kurban mendatang. Pasalnya, dijelaskan bahwa bulu, kuku, hingga kulit pada hewan tersebut bakal menjadi saksi bagi orang yang berkurban saat di akhirat. Melalui sebuah hadis, terdapat penjelasan jika 

“Bagi orang yang berkurban, setiap helai rambut (bulu hewan kurban) adalah kebaikan,” (HR At-Tirmidzi). 

Riwayat ‘Aisyah menerangkan:”Rasulullah SAW mengatakan, “Tidak ada amalan anak adam yang dicintai Allah pada hari Idul Adha kecuali berkurban. “Karena ia akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya. Saking cepatnya, pahala kurban sudah sampai kepada Allah sebelum darah hewan sembelihan jatuh ke tanah. Maka hiasilah diri kalian dengan berkurban,” (HR Ibnu Majah).

Perlu diketahui, bahwa setiap orang berhak mempertahankan pendapat masing masing, maka dari itu jangan pernah menyalahkan pendapat orang lain. Hargailah perbedaan pendapat, selama hal tersebut tidak merugikan orang lain.

Apa Hikmah yang Didapat Dari Tidak Mencukur Rambut dan Memotong Kuku?

Apa Hikmah yang Didapat Dari Tidak Mencukur Rambut dan Memotong Kuku?

Salah satu hal yang dianjurkan untuk dilakukan bagi umat Muslim yag akan berkurban adalah tidak memotong kuku dan rambut. Sebagaimana Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

”Apabila engkau telah memasuki sepuluh hari pertama (bulan Dzulhijjah) sedangkan diantara kalian ingin berkurban maka janganlah dia menyentuh (memotong) sedikitpun bagian dari rambut dan kukunya.” (HR. Muslim)

 

Hikmah yang Didapat Dari Tidak Mencukur Rambut dan Memotong Kuku

Tidak diragukan lagi bahwa segala larangan dari Rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam pasti mengandung hikmah. Demikian juga perintah terhadap sesuatu adalah hikmah, hal ini cukuplah menjadi keyakinan setiap orang yang beriman.

 

Allah Ta’ala berfirman,

Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukumi (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, “Kami mendengar dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. an-Nur: 51)

 

Hikmah dari Melaksankan Qurban

Belajar ikhlas

Dari Aisyah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Tidak ada amalan anak cucu Adam pada hari raya qurban yang lebih disukai Allah melebihi dari mengucurkan darah (menyembelih hewan qurban), sesungguhnya pada hari kiamat nanti hewan-hewan tersebut akan datang lengkap dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya, dan bulu- bulunya. Sesungguhnya darahnya akan sampai kepada Allah –sebagai qurban– di manapun hewan itu disembelih sebelum darahnya sampai ke tanah, maka ikhlaskanlah menyembelihnya.” (HR Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).

 

Amalan paling utama di Idul Adha

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

 “Tidak ada amal yang lebih utama pada hari-hari (tasyriq) ini selain berqurban.” Para sahabat berkata, “Tidak juga jihad?” Beliau menjawab: “Tidak juga jihad. Kecuali seseorang yang keluar dari rumahnya dengan mengorbankan diri dan hartanya (di jalan Allah), lalu dia tidak kembali lagi” (HR Bukhari dari Ibnu Abbas).

 

Bukti syukur kepada Allah SWT

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).” [QS: Al Hajj : 34]

 

Mendapat pahala berlipat ganda

Dari Zaid ibn Arqam, ia berkata atau mereka berkata: “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, apakah qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Qurban adalah sunnahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka bertanya, “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan qurban itu?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.”Mereka menjawab: “Kalau bulu-bulunya?”Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Itulah beberapa keutamaan ibadah qurban yang dapat memotivasi seorang Muslim untuk bisa segera berqurban. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Apa Yang Dimaksud dengan Hari Nahr?

Apa Yang Dimaksud dengan Hari Nahr?

Hari Nahr merupakan Istilah lain yang diberikan pada hari raya Idul Adha. Hari raya Idul Adha sendiri biasa disebut dengan hari raya Qurban, lebaran haji dan juga dengan hari Nahr. Pada hari ini umat Muslim yang sudah mampu akan menunaikan ibadah haji, sedangkan bagi yang belum mampu dianjurkan untuk melaksanakan Qurban (bagi yang sudah mampu secara finansial). 

Daging dari hewan Qurban sendiri akan dibagikan secara gratis kepada orang orang yang membutuhkannya dan dilarang untuk diperjual belikan.

 

Berikut dalil tentang Qurban dalam Al Quran: 

1. Berqurban Bentuk Keikhlasan

Setelah diperintahkan melaksanakan shalat fardhu dan sunnah, Allah SWT memerintahkan hamba-Nya yang beriman untuk berqurban dengan penuh keikhlasan. Allah SWT berfirman:

 Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. (Al-Kautsar: 2) Yakni sebagaimana Kami telah memberimu kebaikan yang banyak di dunia dan akhirat, antara lain ialah sebuah sungai yang sifat-sifatnya telah disebutkan di atas; maka kerjakanlah salat fardu dan salat sunatmu dengan ikhlas karena Allah dan juga dalam semua gerakmu. Sembahlah Dia semata, tiada sekutu bagi-Nya; dan sembelihlah korbanmu dengan menyebut nama-Nya semata, tiada sekutu bagi-Nya. 

 

2. Berqurban Bentuk Bersyukur

Dan telah Kami jadikan untuk kalian unta-unta itu sebagian dari syiar Allah, kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kalian, mudah-mudahan kamu bersyukur. (QS. Al hajj: 36) 

 

3. Qurban Sebagai Bentuk Ketakwaan

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menurunkannya untuk kalian supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kalian. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al hajj: 37) 

 

4. Mengagungkan Syiar Allah 

Ibadah Qurban juga merupakan bentuk mengagungkan syiar agama Allah SWT.

Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. Bagi kalian pada binatang-binatang hadyu itu ada beberapa manfaat, sampai kepada waktu yang ditentukan, kemudian tempat wajib (serta akhir masa) menyembelihnya ialah setelah sampai ke Baitul ‘Atiq (Baitullah). (QS. Al-Hajj: 32). 

 

5. Mendapat Ridha Allah SWT 

Dalil tentang Qurban berikutnya disebutkan dalam Surat Al Hajj ayat 28. Allah SWT berfirman:

Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang telah Allah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (QS. Al hajj: 28) 

Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: 

supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka. (Al-Hajj: 28) Yakni manfaat untuk dunia dan akhirat mereka. Manfaat akhirat bagi mereka ialah mendapat ridha dari Allah SWT. Sedangkan manfaat dunia ialah  apa yang mereka peroleh dari hewan kurban dan perniagaan.