Bolehkah Menyembelih Satu Ekor Kambing Untuk Satu Keluarga?

Bolehkah Menyembelih Satu Ekor Kambing Untuk Satu Keluarga?

Qurban merupakan ibadah yang dilaksanakan setiap tahunnya dan tepatnya pada bulan dzulhijjah. Biasanya pelaksanaan Qurban selepas shalat Idul Adha atau tepatnya tanggal 10 Dzulhijjah. Namun meski demikian, Qurban juga boleh dilaksanakan pada 3 hari setelah idul Adha atau tepatnya pada hari Tasyrik.

 

Hukum Melaksanakan Qurban 

Hukum berqurban adalah sunnah Muakkadah, dimana seseorang yang  telah mampu dan tercukupi perihal makanan pokok, pakaian, dan tempat tinggalnya. Jika orang itu mampu namun ia meninggalkan ibadah ini maka ia akan dihukumi makruh.

Mengenai perihal aturan berqurban, maka hewan yang diperbolehkan adalah kambing/domba, sapi, dan unta. Selain itu qurban ini di niatkan untuk diri sendiri, perorangan, atau untuk satu keluarga. Namun ada juga yang beranggapan bahwa bila satu keluarga ada 7 orang (Suami, istri, dan 5 anaknya).

Maka ia wajib berqurban dengan sapi atau unta jika tidak mampu maka mereka akan membeli kambing/domba untuk seorang saja. Dan yang lain akan berqurban secara bergantian di waktu yang berbeda. Sehingga setiap anggota keluarga bergantian untuk qurban.  

 

Dalil Shahih Tentang Qurban Untuk Satu Keluarga

Sebagaimana disebutkan dalam Hadits Dari Atha bin yasar, ia berkata : “Aku pernah bertanya kepada Ayyub Al anshari, bagaimana qurban di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Beliau menjawab, :seseorang biasa berkurban dengan seekor kambing (diniatkan)untuk dirinya dan satu keluarganya. Lalu mereka memakan qurban tersebut dan memberikan makanan untuk yang lainnya.” (HR. Tirmizi, no.1505)

Dalil ini telah menegaskan bahwa berqurban dengan satu ekor kambing  dan digunakan untuk satu orang beserta keluarganya. Meskipun anggotanya keluarganya banyak. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun juga pernah menyembelih seekor kambing dengan niatan qurban untuk diri beliau sendiri beserta keluarganya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dua ekor kambing kibash yang gemuk bertanduk. Yang pertama untuk umatnya, dan yang kedua untuk diri beliau dan keluarganya.“ (HR.Ibnu Majah).

“Kami wukuf bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam . Aku mendengar beliau bersabda, ‘Wahai manusia, hendaklah atas tiap-tiap keluarga menyembelih seekor udhiyah (hewan kurban) setiap tahun.“ (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan at-Tirmizi).

 

Syarat Qurban Untuk Satu Keluarga

Sahabat, siapa saja kah anggota keluarga yang tercakup dalam kegiatan berqurban?

Para Ulama sendiri masih berselisih pendapat tentang boleh dan tidaknya qurban dengan satu ekor kambing untuk satu keluarga. 

Pertama, masih dianggap anggota keluarga, jika terpenuhi 3 hal tinggal bersama, ada hubungan kekerabatan, dan shohibul qurban menanggung nafkah semuanya. Ini adalah pendapat imam Malik yang diambil dari kitabnya At-Taj wa iklil (4 : 364)

Kedua, semua anggota berhak mendapatkan nafkah dari Shohibul qurban. Ini adalah pendapat para ulama mutakhir (kontemporer) di mazhab syafi’i.

Ketiga, semua anggota keluarga tinggal serumah dengan shohibul qurban Apakah bisa dilaksanakan ibadah kurban untuk sekelompok orang yang tinggal dalam satu rumah, meskipun tidak ada hubungan kekerabatan di antara mereka?

Ia menjawab, “Ya bisa dilaksanakan.” (Fatawa Aar-Ramli, 4:67)

Sementara Al-Haitami mengomentari fatwa Ar-Ramli, dengan mengatakan,

“Mungkin maksudnya adalah kerabatnya, baik laki-laki maupun perempuan. Bisa juga yang dimaksud dengan ahlul bait (keluarga) di sini adalah semua orang yang mendapatkan nafkah dari satu orang, meskipun ada orang yang aslinya tidak wajib dinafkahi. Sementara perkataan sahabat Abu Ayub: “Seorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai kurban bagi dirinya dan keluarganya” memungkinkan untuk dipahami dengan dua makna tersebut. Bisa juga dipahami sebagaimana zahir hadits, yaitu setiap orang yang tinggal dalam satu rumah, interaksi mereka jadi satu, meskipun tidak ada hubungan kekerabatan. Ini merupakan pendapat sebagian ulama. Akan tetapi terlalu jauh (dari kebenaran). (Tuhfatul Muhtaj, 9:340).

Bagaimana Hukum Aqiqah Bagi Orang yang Tidak Mampu?

Bagaimana Hukum Aqiqah Bagi Orang yang Tidak Mampu?

Aqiqah menjadi salah satu ibadah yang dianjurkan bagi setiap umat Muslim yang telah dikaruniai dengan seorang bayi. Aqiqah sendiri dilakukan setelah usia bayi mencapai 14 hari. Namun apabila berhalangan dalam melaksanakannya pada hari ke tujuh maka boleh melakukannya pada hari ke 14 atau 21. 

“Aqiqah disembelih pada hari ketujuh, atau pada hari keempat belas, atau pada hari ke duapuluh satu.” (HR. Baihaqi)

Dalam melaksanakan Aqiqah, terdapat sedikit perbedaan dari anak laki laki dan perempuan. Apabila dikaruniai seorang anak laki laki maka dalam proses aqiqahnya menyembelih 2 ekor kambing. Sedangkan apabila dikaruniai seorang anak perempuan maka dalam proses aqiqahnya menyembelih satu ekor kambing. Namun apabila tidak mampu menyembelih dua ekor kambing bagi yang dikaruniai anak laki laki, maka boleh satu ekor saja.

Nabi Muhammad SAW sendiri ketika melakukan akikah untuk Hasan dan Husain, masing-masing dengan satu ekor kambing. Dalam hadis riwayat Imam Abu Daud dari Ibnu Abbas, dia berkata:

“Sesungguhnya Nabi SAW pernah melakukan akikah untuk Hasan dan Husain, masing-masing satu ekor gibas (domba).”

Dalam kitab Muhadzab fi Fiqhil Imam Assyafi’i, Imam Abu Ishaq Syairazi menegaskan kebolehan akikah dengan satu ekor kambing ini untuk anak laki-laki. Beliau berkata;

“Jika masing-masing anak baik laki-laki maupun perempuan di akikah dengan satu ekor kambing, maka itu boleh karena ada riwayat dari Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa Nabi SAW mengakikahi Hasan dan Husain masing-masing satu kambing gibas (domba).”

 

Bagaimana Hukum Aqiqah Bagi Orang yang Tidak Mampu?

Beberapa kondisi terkadang banyak orang  yang tidak mampu menunaikan Aqiqah dikarenakan hal tersebut diluar kemampuan mereka. apabila keadaan orang tua tidak mampu ketika pensyariatan aqiqah, kewajiban aqiqah menjadi gugur karena ia tidak memiliki kemampuan.

Sedangkan jika orang tuanya mampu sejak anak lahir, namun ia menunda aqiqah hingga anaknya dewasa, maka pada saat itu anaknya tetap diaqiqahi walaupun sudah dewasa.

 

Begitu juga hadits berkata:

“Jika seseorang anak tidak diaqiqahi, maka ia tidak akan memberi syafaat kepada orang tuanya pada hari kiamat nanti.”

Imam Asy Syafi’i memiliki pendapat bahwa aqiqah tetap dianjurkan walaupun diakhirkan. Namun disarankan agar tidak diakhirkan hingga usia baligh.

Jika aqiqah diakhirkan hingga usia baligh, kewajiban orang tua menjadi gugur. Akan tetapi ketika itu, anak punya pilihan, boleh mengaqiqahi dirinya sendiri atau tidak. (Shahih Fiqih Sunnah, 2/383)

 

Hadits Menjadi Dalil Disunnahkannya Ibadah Aqiqah

Berikut ini beberapa hadits yang menjadi dalil disunnahkannya ibadah aqiqah:

 

Hadits Riwayat Tirmidzi

Dari Yusuf bin Mahak bahwasanya orang-orang datang kepada Hafshah binti ‘Abdur Rahman. Mereka menanyakan kepadanya tentang ‘Aqiqah. Maka Hafshah kepada mereka bahwasanya ‘Aisyah memberitahu bahwa Rasulullah SAW telah memerintahkan para sahabat (agar menyembelih ‘Aqiqah) bagi anak laki-laki 2 ekor yang sebanding dan untuk anak perempuan 1 ekor. [SDM. Tirmidzi juz 3, hal. 35, tidak. 1549].

 

Hadits Riwayat Bukhari

Dari Salman bin ‘Amir Adl-Dlabiy, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Tiap-tiap anak itu ada ‘Aqiqahnya. Maka sembelihlah binatang ‘Aqiqah untuknya. Dan buanglah kotoran darinya (cukurlah hasil)“. [SDM. Bukhari juz 6, hal. 217]

 

Hadits Riwayat Ahmad

Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya. Ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang berkehendak untuk meng’Aqiqahkan anaknya maka mengerjakanlah. Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sebanding dan untuk anak perempuan satu ekor kambing“. [SDM. Ahmad juz 2, hal. 604, tidak. 2725]